Quasi Eksperimen

November 29, 2008

Desain Ruang Kota dan Kehidupan Sosial

Oktober 28, 2008

 

(Urban Space Design and Social Life)

Suzanne H. Crowhurt Lennard dan Henry L. Lennard

 

Arsitektur dan perancangan ruang kota menggunakan ‘bahasa desain’ non verbal untuk menciptakan hubungan-hubungan kalimat dan untuk membuat pernyataan yang bernilai. Lalu diidentifikasikan sehingga sebuah desain tersebut dapat sesuai dengan keadaan masyarakat dan pengguna. Hubungan-hubungan yang saling terkait tersebut adalah :

  • Hubungan antara perancangan ruang kota dan bentuk kehidupan sosial masyarakat,

  • Hubungan antara fungsi bangunan dan kehadiran orang-orang di jalanan dan lapangan,

  • Hubungan antara kualitas estetika arsitektur dan ketertarikan penghuni kota di lingkungannya,

  • Hubungan antara bentuk ruang publik kota dan kesejahteraan sosial dan emosi penghuni kota.

Dalam kata lain perancangan kota hendaknya memberikan rasa kenyamanan dan kesejahteraan serta terbuka sehingga masyarakat dapat bebas melakukan komunikasi secara langsung. Donald appleyard menyebut hal ini sebagai “peduli lingkungan”.

Prinsip-Prinsip Sosial dan Prinsip-Prinsip Desain

Fungsi-fungsi sosial pendukung dan pengalaman sosial yg dapat diwujudkan dapat menjadi elemen-elemen arsitektural yang menjadi pemberi kontribusi pada sebuah perancangan kota antara lain:

  1. Menyediakan keamanan dan akses yang mudah bagi semua anggota masyarakat

Memerhatikan seluruh anggota masyarakat terutama anak-anak, orang jompo, dan penyandang cacat dalam berlalu lintas, yaitu dengan membuat jaringan jalan pedestrian yang dapat diakses pada ruang kota.

  1. Memfasilitasi fungsi rutin dan tetap penghuni lokal

Ruang kota dapat memajukan kehidupan publik yang terpusat di masyarakat, akses yang mudah untuk semuanya, dan berisi bangunan dengan bermacam-macam fungsi, misalnya komersial, budaya dan hunian. Ruang kota yang memiliki pelayanan terbaik sebagai pusat dari kehidupan komunitas merefleksikan banyak karakteristik yang sama dalam skala yang lebih kecil. Ruang-ruang kota multifungsi yang mengakomodasikan banyak pemakaian dan aktifitas-aktifitas yang ada di wilayah kota da melayani integrasi sosial masysrakat serta menghasilkan anggota-anggota dalam komunitas mayarakat.

  1. Membuat masyarakat merasa berarti dan mendukung prestise mereka

Sasaran utama adalah untuk membuat dimensi yang layak untuk kebutuhan sosial, sebuah setting yang bernafas, sangat manusiawi dan suatu skala kemanusiaan. Ukuran optimal dari ruang kota terhubung pada kehidupan sosial yang berlangsung di sana. Ruang seharusnya mengakomodasikan kesibukan tetap yang terjadi sehari-hari atau mingguan. Skala arsitektural dan proporsi desain fasade dari sekitar bangunan-bangunan, ketinggian keseluruhannya, dimensi vertikal dan horisontal, harus diskalakan pada proporsi dan pemakaian manusia. Lantai 5 dan lantai 6 merupakan batas dari suatu bangunan yang menggunakan skala manusia. Karakter fasade-fasade yang mengelilingi suatu ruang publik itu menimbulkan pengaruh atas atmosfer di daerah publik, membuat masyarakat merasa tidak disambut atau tidak diharapkan.

  1. Memperkuat rasa menjadi bagian dari masyarakat

Dapat dirasakan melalui pengalaman desain seseorang dan pada daya lingkup visual. Hal ini didapat melalui ruang publik kota yang diciptakan melalui jejeran bangunan yang membentuk dinding-dinding bangunan sehingga memfokuskan masyarakat untuk melihat kejadian-kejadian dalam ruang tersebut. Contohnya: Piazza San Marco di Venesia, Il Campo di Sienna, Plaza Mayor di Samalanka, Piazza Ducale di Vigevano, dan Grande Place di Brussels.

  1. Menambah rasa keingintahuan dan eksplorasi

Kekayaan detail fasade dan tekstur yang bermacam – macam serta warna bahan bangunan memberikan rangsangan sensual dan memberi gambaran menarik bagi mata untuk mengeksplorasi permukaan gedung. Muka gedung yang diperagakan membuat pola pergantian cahaya dan bayangan tiap jamnya, menambah kesadaran akan waktu. Keragaman bentuk gedung bersejarah merangsang keingintahuan nilai kota di masa lalu, pergantian nilai – nilai dan gaya hidup.

  1. Bingkai arti dan pengalaman yang tidak terlupakan

Sejarah Struktur bangunan memberikan pengalaman yang berarti dan memori yang tak terlupakan. Memori kita terikat untuk mengenali / mengidentifikasi lokasi di mana pengalaman yang berarti terjadi.

  1. Mengarahkan manusia dan memfasilitasi beragam aktivitas

Penggunaan background arsitektur, perubahan level, tekstur lantai dan focal point dapat digunakan sebagai orientasi atau penunjuk arah dan dapat memfasilitasi berbagai macam aktifitas. Perlu adanya perbedaan antara satu ruang dan ruang yang lain yang saling berbeda fungsi. Menyediakan suatu titik yang jelas dan bisa diingat sebagai tempat bertemu dan berkumpul.

  1. Memungkinkan beragam individu merasa di rumah sendiri

Kemampuan untuk membuat beragam individu menggunakan ruang secara nyaman, atau merasa memiliki untuk sementara waktu. Ruang kota yang baik menyediakan tipe tempat duduk yang sangat beragam. Taman dapat disusun untuk mengalihkan lalu lintas pejalan kaki, dan untuk menciptakan daerah sepi, cocok bagi individu dan kelompok untuk duduk-duduk atau bagi anak-anak untuk bermain.

  1. Memperkuat hubungan untuk komunikasi interpersonal langsung (kontak mata, suara dan pengenalan wajah

Ruang publik yang paling berhasil, dalam konteks desain adalah ruang publik yang berhasil membuat interaksi sosial antar individu secara langsung bahkan dengan orang asing sekalipun.

 

KESIMPULAN

Perlu adanya pendekatan ekologis dalam desain kota yang menghargai fungsi historis, hubungan sismetik dan proses sosial serta kebutuhan dari penghuni kota.

* tulisan ini merupakan resume tranlet dari artikel yang sebenarnya. untuk tugas kecil APA4 tahun 2006.udah lama ya?

 

AddThis Social Bookmark Button

Email this post

Sumber Inspirasi Tesis

Mei 9, 2008

http://pepak.sabda.org/sumber/data/?id=0901000049

Dapatkah Anak Anda Menafsirkan Pesan-Pesan yang Terselubung?

Tanggal terbit:
22-11-2007

Topik:
Anak – Murid

Tipe Bahan:
Artikel

Tulisan ini pernah dimuat di:
e-BinaAnak edisi 358

Tampilan cetak
Beri tahu teman Anda
Kirim tulisan ini ke email Anda

Cara kita duduk, memandang, merasakan sesuatu, apa yang kita katakan, dan apa yang tidak kita katakan, segala sesuatu yang kita lakukan, itu semua mengomunikasikan suatu pesan. Penelitian mengungkapkan bahwa hanya 7% dari komunikasi seseorang dilakukan secara lisan. Dari yang sisanya, 38% merupakan nada suara dan 50% adalah yang nonverbal, seperti bahasa tubuh. Itu sebabnya, penting sekali bagi anak-anak untuk belajar menafsirkan pesan-pesan terselubung yang diarahkan kepada mereka.

Anak-anak yang lebih kecil memunyai kemampuan alamiah untuk dapat menangkap perasaan orang tuanya, tetapi mereka cenderung mengartikan secara harfiah apa yang dikatakan kepadanya. Mereka juga menjadi bingung jika bahasa gerakan tubuh dan nada suara seseorang itu menyampaikan pesan yang berbeda daripada apa yang dikatakan kepadanya secara lisan.

Pada suatu hari, anak Pak Waylon O. Ward yang bernama Tim dan baru duduk di kelas 1 SD, pulang sekolah dengan menangis. Teman sekelasnya, Tommy, adalah seorang anak yang suka mengganggu anak yang lebih kecil dan tak berdaya; anak ini suka menjegal dan menendang Tim. Sambil menyeka air mata Tim, istri Pak Waylon menjelaskan kepada Tim bahwa mungkin Tommy itu kesepian, tak memunyai kawan, dan ia berbuat demikian itu hanya untuk menarik perhatian. Ibunya itu mengusulkan kepada Tim agar ia mengundang Tommy ke rumahnya sesudah sekolah usai kalau kelak ia melakukan hal semacam itu lagi. Beberapa hari kemudian ketika Tommy menendangnya lagi, Tim menafsirkan peristiwa itu dengan cara yang berbeda dan oleh karenanya, tanggapannya pun berbeda. Ia berkata, “Tommy, marilah kita berkawan. Maukah kamu datang ke rumah saya setelah sekolah usai?” Peristiwa itu merupakan permulaan dari banyak pengalaman yang menyenangkan bersama dengan Tommy.

Kebanyakan, para ahli sependapat bahwa sebelum umur kira-kira sepuluh tahun, anak-anak tidak mampu untuk berpikir secara abstrak. Sebagai contoh, jika terjadi kecelakaan, mereka sering perlu ditolong supaya mengerti bahwa mereka bukan seorang yang “jahat” hanya karena mereka menumpahkan susu atau memecahkan piring. Kemarahan yang mungkin kita perlihatkan sebagai suatu reaksi spontan terhadap kejadian semacam itu, terutama melalui pandangan atau isyarat-isyarat yang nonverbal, dapat merupakan sikap yang menghancurkan seorang anak.

Kemarahan semacam itu merupakan salah satu dari pesan-pesan terselubung yang lazim. Kita sering menyangkalinya dengan kata-kata kita, tetapi menegaskannya dengan emosi kita dan tindakan-tindakan kita yang nonverbal. Satu kali, anak itu dapat merasakan bahwa orang tuanya marah, kata-kata tidak akan dapat menghapus perasaan takut dan perasaan tidak dikasihi yang dialaminya. Cara lain yang jauh lebih baik ialah dengan mengakui bahwa Anda marah, tetapi yakinkanlah bahwa ia masih tetap sangat dikasihi. Dengan mengakui perasaan Anda yang sebenarnya, berarti Anda memberi penjelasan kepadanya tentang apa yang “ditangkap” anak itu secara nonverbal dan membebaskan dia dari sebagian besar ketakutannya. Sering kali, orang tua menggunakan pesan-pesan terselubung dengan memanipulasi anak-anak. Kita langsung menunjukkan perasaan “disakiti” apabila seorang anak melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Baru setelah lama sekali, anak itu mungkin menyadari bahwa sikap inilah yang merupakan sumber perasaan bersalah dan kemarahan yang terpendam. Kalau kita menyadari bahwa kita sedang memanipulasinya dengan cara demikian, kita perlu mengakuinya secara terang-terangan dan meminta maaf.

Pada saat anak-anak memasuki usia praremaja, bertambah juga kemampuan mereka untuk berpikir secara masuk akal dan abstrak. Mereka sudah dapat menafsirkan pesan-pesan yang terselubung dengan lebih baik. Sebenarnya, kemampuan mereka yang makin meningkat untuk dapat membaca perasaan dan sikap orang tua itu akan memojokkan kita jika kita berlaku tidak konsisten. Misalnya, kita sering menyalahi idealisme kaum muda ketika kita menegaskan pentingnya pergi ke gereja di satu pihak, tetapi di pihak lain kita mengecam khotbah pendeta.

Apakah mengenai soal pakaian, musik, atau apa saja, Anda dapat membangun suatu hubungan yang sehat apabila waktu ada perbedaan pendapat antara Anda dan remaja Anda, Anda menjernihkan ketegangan ini dengan mengungkapkan secara jujur, “Nak, saya menyadari bahwa ini hanyalah pandangan saya. Apakah kamu tidak akan menyetujuinya?”

Berikut merupakan beberapa teknik komunikasi yang perlu diingat mengenai pesan-pesan yang terselubung.

  1. Sentuhan mungkin merupakan salah satu faset yang paling penting dari komunikasi nonverbal. Anak-anak perlu dipeluk, dibelai, dan berbagai pernyataan kasih yang lainnya, khususnya sesudah mereka didisiplin atau dihukum. Sekalipun jika kata-kata Anda tegas dan bersifat mengoreksi, sentuhan Anda akan dapat meyakinkan anak Anda bahwa di balik hukuman itu terdapat kasih.

  2. Perhatikanlah nada suara dan ekspresi wajah Anda pada waktu berbicara kepada anak. Tanyakan pada diri Anda sendiri apakah pesan-pesan yang disampaikan secara nonverbal itu sesuai dengan apa yang Anda katakan.

  3. Mengepal-ngepal tangan, memutar-mutar cincin, mencoret-coret sesuatu, menggaruk-garuk kepala, menarik-narik kancing atau perhiasan, atau memandang ke sekeliling ruangan; semua ini menunjukkan adanya perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang tidak diucapkan, seperti kegelisahan, kebosanan, atau amarah. Waspadalah terhadap isyarat-isyarat seperti ini yang terdapat pada diri Anda dan pada anak Anda.

  4. Tolonglah anggota keluarga Anda supaya mereka dapat menafsirkan sikap diam; sikap diam ini dapat mengungkapkan sejumlah perasaan; dari marah sampai sedih, sampai perasaan terkejut yang hebat. Jika Anda merasa bahwa anak Anda telah menyalahtafsirkan sikap diam Anda, pakailah beberapa kata untuk menjelaskan perasaan Anda. Umpamanya, jika Anda bersikap diam karena pikiran Anda dikuasai oleh rasa prihatin atas sanak keluarga yang sakit, jelaskan hal itu supaya anak Anda tidak menyangka Anda sedang marah kepadanya karena suatu alasan yang tidak diketahuinya. Tolonglah anak Anda yang masih kecil agar dapat menafsirkan peristiwa yang terjadi sehari-hari dan juga menafsirkan perasaannya sendiri ketika menanggapi segala peristiwa itu.

  5. Jadikanlah suatu permainan atau teka-teki untuk mengungkapkan pesan-pesan terselubung yang ada dalam poster-poster dan iklan-iklan di media massa dan sarana-sarana lainnya.

  6. Terapkan kemampuan Anda untuk dapat mendengarkan sesuatu dan mengenali sesuatu dalam cara-cara komunikasi di dalam keluarga Anda. Anjurkanlah untuk bersikap terus terang. Mintalah suami atau istri Anda untuk menolong Anda supaya dapat lebih peka terhadap perasaan dan pesan yang Anda komunikasikan.

  7. Jadilah teladan agar selalu bersikap konsisten dalam berkomunikasi. Mengakui bagaimana perasaan Anda yang sebenarnya walaupun mungkin perasaan Anda itu tidak sebagaimana yang Anda harapkan, merupakan hal yang penting jika Anda ingin anak Anda nantinya akan berbuat yang serupa.

  8. Janganlah bersikap memaksa anak Anda agar ia menunjukkan perasaan sebagaimana yang seharusnya ia rasakan. Hal ini hanya akan membuat anak itu bersikap tidak konsisten dalam berkomunikasi.

  9. Jika anak Anda minta penjelasan tentang sesuatu pesan yang terselubung, ungkapkanlah. Kejujuran dan keterbukaan jauh lebih tidak menakutkan jika dibandingkan dengan pesan terselubung yang disalahartikan.

Suatu cara berkomunikasi yang jelas dan lengkap dapat merupakan ciri yang istimewa dari cara hidup keluarga Anda, jika Anda cukup menaruh perhatian untuk menolong setiap anggota keluarga Anda agar dapat mendengarkan seluruh pesan yang disampaikan secara lengkap.

Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , Artikel Dapatkah Anak Anda Menafsirkan Pesan-Pesan yang Terselubung?, halaman 47 — 51, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
  • Berikut ini beberapa tulisan yang bertopik sama:

  • Aktivitas untuk Belajar Tentang Allah
    1-5-2008 | Tips
  • Apakah Anak-Anak Kita Harus Mengenal Tuhan?
    1-5-2008 | Artikel
  • Besarkan Anak Anda dengan Pujian
    22-4-2008 | Artikel
  • Anak-Anak Membutuhkan Pujian
    22-4-2008 | Artikel
  • Seberapa Efektifkah Pendisiplinan yang Anda Terapkan?
    18-4-2008 | Artikel
  • Cara Terbaik Mengasihi Anak
    10-4-2008 | Artikel
  • Menuai Apa yang Anda Tabur
    10-4-2008 | Artikel
  • Kasih Sayang yang Setara bagi Semua Anak
    3-4-2008 | Artikel
  • Anak-Anak Butuh Merasa Diterima
    3-4-2008 | Artikel
  • Mengajar Anak untuk Mencintai Alam
    29-2-2008 | Artikel
  • Apakah Anak Anda akan Menggemari Kesenian?

    Tanggal terbit:
    14-3-2007

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Tips

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 321

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda

    Apakah kesenian itu sekadar kegiatan waktu senggang bagi orang kaya? Karena kebudayaan kita cenderung kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin kita akan mengambil kesimpulan demikian. Tetapi sejarah dengan jelas menyatakan tidaklah demikian keadaannya. Kebanyakan dari apa yang kita hargai tentang bangsa lain kita peroleh dengan mempelajari musik, lukisan, kerajinan tangan, arsitektur, dan literatur mereka. Seni dan budaya merupakan jendela ke dalam jiwa manusia dan juga merupakan tanda bahwa kita diciptakan di dalam gambar dan rupa Allah yang kreatif. Dengan alasan-alasan itu saja anak-anak kita perlu mengembangkan sikap menghargai kesenian agar dapat menjadi manusia yang serasi dan utuh.

    Walaupun penting bagi anak Anda untuk bersikap terbuka terhadap gaya dan media lain di luar segala hal yang menarik bagi Anda pribadi, Anda tidak perlu menjadi seorang ahli untuk dapat menolong anak Anda mempelajari dan menyukai kesenian. Resep yang paling manjur ialah dengan teratur membuka mata anak Anda pada kesenian dan membiarkan ia mempunyai pengalaman langsung dengan kesenian. Dan dalam proses ini keluarga Anda akan mengalami banyak kesukaan dan kegembiraan tambahan. Untuk maksud tersebut pertimbangkanlah gagasan-gagasan yang berikut ini.

       

    1. Telitilah sumber-sumber seni-budaya yang ada di daerah Anda. Banyak golongan masyarakat yang mempunyai kelompok-kelompok pertunjukan lokal dalam bentuk seni drama, tarian, orkes, balai kesenian, museum, dan mungkin suatu perkumpulan kesenian atau suatu festival tahunan. Sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan gereja merupakan alamat yang jitu. Tarifnya biasanya juga lebih murah daripada pertandingan olahraga, bahkan sering kali gratis. 

       

    2. Sebagai keluarga, kunjungilah pameran atau pertunjukan sebulan atau dua bulan sekali. Atau secara bergilir, ajaklah seorang anak Anda untuk menonton acara tertentu, ajaklah seorang demi seorang, jangan sekaligus secara berombongan, supaya hal itu dapat menjadi pengalaman khusus yang istimewa bagi diri anak yang Anda ajak itu. Usahakanlah untuk melanjutkan kegiatan itu dengan percakapan tentang apa yang Anda dengar dan lihat. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang paling digemari oleh setiap anggota keluarga dan mengapa, dan sesudah itu ungkapkanlah pandangan Anda sendiri. Jika suatu karya musik tertentu sedang populer, Anda mungkin ingin membeli rekamannya untuk hadiah ulang tahun atau Natal. Mungkin Anda dapat memperoleh reproduksi dari lukisan yang disenangi dan membingkainya untuk kemudian dipajang, atau Anda juga dapat menempelkan reproduksi lukisan itu pada buku yang menceritakan pelukis gambar itu. 

       

    3. Hubungilah lembaga kesenian setempat atau perkumpulan para seniman setempat untuk memperoleh keterangan tentang seniman yang masih aktif di wilayah Anda. Kunjungilah para ahli musik, pelukis, pembatik, atau pemahat patung dalam studio mereka pada waktu mereka sedang berlatih atau berkarya. Kebanyakan dari mereka akan senang untuk menyambut dan berbagi pengalaman dengan seorang anak yang menaruh perhatian pada seni, dan Anda pun akan menikmati pengalaman itu. Sebagai akibat kunjungan Anda itu, mungkin anak Anda sudah akan mulai mempunyai perhatian dan bakat pada suatu bidang khusus! Sesungguhnya, jika anak itu terbuka pada dunia seni, sejak dini ia sudah dapat mengetahui bidang mana yang paling digemarinya. 

    Untuk memperoleh pengalaman dalam hal seni, cobalah hal yang berikut ini.

    1. Doronglah anak yang belum bersekolah untuk bereksperimen dengan menyediakan baginya bahan-bahan baku, seperti alat-alat musik sederhana atau cat air dengan kuas-kuas yang besar. Berilah pujian terhadap “karya-karya besar” anak itu dan tempelkanlah lukisan-lukisan itu pada papan pengumuman keluarga, taruh di bawah lembaran kaca alas daun meja, atau laminasilah untuk dijadikan alas, semacam taplak kecil.
      Hamparkan lembaran plastik di atas meja atau di bawah pohon di luar dan biarkan anak Anda membuat eksperimen dengan tanah liat. Kalau di sekitar Anda ada tempat pembakaran tembikar, pakailah tanah liat dan minta tolong agar hasil-hasil anak Anda yang terbaik dapat diproses menjadi keramik yang dapat dipajang di rak buku.
    2. Doronglah anak-anak yang lebih besar untuk menggunakan dan mengembangkan kemahiran mereka untuk mengamati dan melukis. Perhatikan bersama-sama karya pahatan, patung air mancur, dan lukisan dinding di pusat-pusat perbelanjaan dan taman-taman. Biarkan anak Anda membuat sketsa dari karya-karya seni itu sementara Anda berbelanja. Jika anak Anda merasa dirinya bukan seorang seniman, carilah buku-buku yang dapat mengajarkan Anda bagaimana caranya menggambar. Atau Anda juga dapat mencari guru menggambar yang dapat memberikan pelajaran menggambar kepada beberapa orang anak sekaligus sehingga Anda tidak perlu membayar uang les yang terlalu mahal. Mungkin Anda sendiri juga akan merasa tertarik dan ikut belajar menggambar.
    3. Doronglah anak Anda untuk mengambil mata pelajaran seni lukis, musik, dan penulisan kreatif di sekolah, dan agar ikut serta dalam kegiatan seni sastra, seni teater, seni musik, atau kegiatan ekstra kurikuler lainnya.
    4. Pilihlah suatu mata pelajaran seni lukis atau belajarlah memainkan sebuah alat musik bersama-sama dengan anak Anda. Siapa yang tidak akan tergetar hatinya bila mendapat dukungan dan dorongan yang semacam ini dari orang tuanya? Hubungan akrab yang terjalin tak ternilai harganya.
    5. Jadikan rumah Anda suatu studio yang menghargai karya seni. Seringlah membaca bersama-sama dari bacaan klasik: puisi, sandiwara, cerita-cerita, dan dengan anak-anak yang lebih besar, novel. Hiasilah rumah Anda dengan gambar-gambar karya lukis agung dan tiruan miniatur dari karya pemahat terkenal yang harganya tidak mahal. Belilah beberapa rekaman musik klasik untuk didengar bersama-sama. Mintalah nasihat pada para pustakawan, guru seni lukis, dan guru seni musik di sekolah tentang bidang-bidang tersebut. Mungkin rekaman-rekaman dan bahkan lukisan-lukisan reproduksi yang telah dibingkai dapat dipinjam dari perpustakaan. Carilah bahan-bahan klasik, dasar-dasar kesenian, musik, dan literatur untuk dipelajari bersama. Milikilah buku-buku yang baik (terutama yang berisi gambar-gambar reproduksi berwarna) untuk dapat dijelajahi sewaktu-waktu di rumah.
    6. Perhatikan daftar acara televisi, apakah ada acara sandiwara, konser, dan tontonan-tontonan bermutu lainnya. Tontonlah acara-acara itu bersama-sama, sesudah itu sediakan cukup waktu untuk mengadakan “pojok kritik” mengenai apa yang Anda sekeluarga tonton.
    7. Jalankan suatu dana keluarga di mana setiap orang berkontribusi untuk pembelian suatu karya seni orisinal setahun sekali, misalnya sebuah karya tulis, pahat, atau hiasan seni lainnya. Proyek ini akan melestarikan apresiasi seni di dalam seluruh keluarga.
    8. Seperti halnya dengan setiap nilai-nilai lainnya, kita harus menjadi teladan dari pesan yang kita sampaikan jika kita menginginkan pesan kita didengar. Usahakanlah agar komitmen Anda sendiri terhadap nilai-nilai kesenian telah mantap sebelum Anda melibatkan anak Anda. Atau akuilah bahwa hal ini merupakan minat atau pokok perhatian yang baru bagi Anda, dengan demikian Anda dapat belajar bersama-sama.

     

    Pesan ini sama-sama gamblangnya: dalam keluarga ini kami ingin menjadi manusia seutuhnya yang menikmati dan menghargai segala kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada kami masing-masing, termasuk karunia-karunia seni. Di rumah kami, apresiasi seni itu sama sekali bukan pemborosan waktu.

    Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , halaman 199 — 203, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.

    Apakah yang Dapat Membuat Anak-Anak Kreatif?

    Tanggal terbit:
    9-3-2007

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Artikel

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 320

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda

    Setiap anak itu kreatif — setidak-tidaknya kreatif untuk menciptakan kenakalan yang sedang dilakukannya. Tetapi ketika anak itu menjadi besar, tampaknya ada sesuatu yang terjadi. Sifat spontan yang sering dipuji itu memudar, dan hanya sedikit sekali orang yang sanggup tetap hidup secara kreatif di dalam era industrialisasi, birokrasi yang sudah tak manusiawi lagi, berbagai bentuk standardisasi, dan sistem komunikasi elektronik yang semakin canggih sekarang ini.

    Bagaimanapun, kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah Yang Mahakreatif, dan Roh-Nya ada di dalam kita untuk menolong kita menjadi kreatif di dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Dan walaupun derajat kreativitas yang ada pada diri kita masing-masing mungkin merupakan sifat bawaan, sebagai orang tua ada banyak yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan bakat-bakat kreatif yang ada pada anak-anak kita.

    Di atas segalanya, baik sekali jika Anda menyadari bahwa kreativitas dapat berkembang dengan baik sekali di dalam suatu suasana saling menghargai. Di dalam suasana demikian setiap anak dapat memperoleh rasa harga diri yang sejati. Pernyataan kasih sayang dan pujian yang konsisten dan suasana yang penuh pelukan dan belaian kasih sayang mempunyai kaitan yang erat dengan suburnya pertumbuhan jiwa dan semangat kreativitas anak. Jadi, marilah kita memerhatikan beberapa prinsip dan kegiatan kunci sehubungan dengan hal ini.

    1. Tunjukkanlah bahwa Anda menaruh kepercayaan pada kesanggupan anak Anda; hindarilah kecenderungan orang dewasa yang suka terlalu cepat menyediakan jawab atas segala masalah.
    2. Biarkan anak Anda menempuh beberapa risiko. Hal itu akan memberi keleluasaan bagi Anda maupun anak Anda untuk menikmati dan menjelajahi hubungan Anda. Kebebasan yang kreatif ialah suatu keseimbangan antara memegang aturan secara bertanggung jawab dan suatu rasa gemar bertualang yang sesuai ke alam yang belum dikenalnya.
    3. Tolonglah anak Anda agar bereksperimen secara teratur dengan perkakas dan bahan-bahan baru. Janganlah berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap tindakan atau hasil harus hebat. Kreativitas yang sejati sering terjadi sesudah banyak kegagalan.
    4. Dorong anak Anda agar berani menyatakan dirinya dengan memerankan suatu tokoh dalam sebuah sandiwara kecil. Tidaklah mengherankan jika anak laki-laki yang masih kecil bermain boneka dan anak perempuan yang masih kecil bermain mobil-mobilan, selama orang tua anak itu tetap memberi contoh mengenai peranan laki-laki dan wanita yang baik. Membiarkan anak laki-laki Anda bebas untuk bersikap emosional dan berperasaan tajam, serta membiarkan anak perempuan Anda untuk bersikap tegas dan suka mengambil inisiatif merupakan suatu suasana yang sehat bagi mereka untuk mengungkapkan kreativitas mereka.
    5. Bangkitkan minat anak Anda dengan secara teratur membaca buku-buku yang baik, belajar menikmati musik dan kesenian. Jelajahi bersama-sama buku-buku di perpustakaan umum, carilah stasiun-stasiun pemancar radio baru, dan kunjungilah museum dan toko-toko kesenian di daerah Anda. Kreativitas seseorang dapat bertumbuh dengan subur jika ia dapat melihat banyak karena biasanya tindakan kreatif itu menyangkut soal merangkaikan objek-objek dan gagasan-gagasan yang sudah ada menjadi suatu kombinasi yang baru. Jadi, seseorang makin terbuka untuk menerima berbagai gagasan dan objek, makin besar juga potensi orang itu untuk berpikir kreatif.
    6. Janganlah terlalu cepat berprasangka terhadap gagasan anak Anda yang tampaknya kurang praktis dengan cepat-cepat memutuskan, “Wah, cara demikian itu tidak akan jalan.”
    7. Anjurkanlah untuk bertanya. Walaupun anak Anda yang belum bersekolah mungkin akan mengajukan lebih banyak pertanyaan daripada yang bersedia Anda jawab, ingatlah bahwa pikiran yang suka bertanya adalah pikiran yang kreatif. Tolonglah anak Anda untuk belajar mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih baik dan lebih tajam. Kemudian carilah jawabnya bersama-sama.
    8. Binalah suatu pendekatan yang positif terhadap kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh anak Anda. Walaupun suatu kesalahan yang berat memerlukan tindakan disiplin yang sesuai, waspadalah agar yang Anda hukum ialah kelakuannya yang salah dan bukan orangnya. Janganlah Anda menghukum sambil melontarkan penghinaan yang dapat merusak harga diri anak Anda, seperti “Hanya orang yang bodoh sekali yang melakukan hal seperti itu!” atau “Kamu memang tidak pernah melakukan sesuatu dengan benar!”
    9. Hargailah kreasi-kreasi, hasil kerja, dan percobaan-percobaan anak Anda. Tidak ada sesuatu hal lain yang dapat dengan lebih cepat membunuh semangat kreatif anak Anda selain daripada pernyataan-pernyataan seperti, “Mengapa kamu melakukan hal yang seperti itu?” atau “Jangan main dengan lumpur kotor itu!” Pajanglah hasil karya seni anak Anda pada tempat-tempat yang menonjol dan berilah komentar yang sifatnya memuji hasil karyanya di hadapan para sahabat.
    10. Anjurkanlah untuk berperan menjadi sesuatu atau seseorang. Pertunjukan boneka, kostum-kostum buatan sendiri, deklamasi, dan drama-drama mendadak merupakan kegiatan-kegiatan yang akan memunculkan naluri dan gagasan-gagasan kreatif yang terbaik. Sama seperti hal lainnya, seorang anak akan menjadi makin baik sesuai dengan banyaknya latihan yang dilakukannya.
    11. Jadilah seorang pengamat yang kreatif bersama anak Anda. Sediakanlah waktu untuk mengamati burung-burung, cuaca, manusia, bunga-bunga, dan binatang. Amatilah berbagai proses dan berbagai objek.
    12. Ikut sertakan anak remaja Anda atau pimpinlah anak muda Anda dalam menulis sebuah karangan, mengisi buku harian, menggambarkan ilustrasi, atau membangun sesuatu dengan tangan Anda. Janganlah cerewet mengenai mutu sesuatu kreasi. Pimpin saja dengan bersemangat!
    13. Pilihlah mainan dan kegiatan yang akan melibatkan inisiatif pribadi. Sebagai contoh, suatu model pesawat terbang dari kayu balsa mungkin merupakan pilihan yang lebih baik daripada model pesawat yang tinggal dirakit dengan hanya menekan-nekannya saja. Harmonika, kaca pembesar, magnet, dan kotak-kotak yang dapat disusun dapat lebih merangsang kreativitas daripada kebanyakan mainan jadi.
    14. Doronglah anak Anda untuk mengumpulkan barang-barang sebagai koleksi, seperti bulu unggas, kancing, biji-bijian, perangko, atau hal-hal lainnya yang mempunyai daya tarik khusus. Kegiatan membuat koleksi itu dapat merangsang pikiran sehingga selalu merasa ingin tahu dan kreatif. Sediakanlah sekumpulan bahan yang dapat merangsang kreativitas anak-anak, biarkan mereka membuat bermacam-macam eksperimen dengan bahan-bahan itu. Bermain-main secara bebas dengan tanah liat, kapur tulis, cat, kertas, spidol, perekat, pita rekat, majalah-majalah bekas, kaleng dan botol, benang, dan tali-temali hendaknya menjadi bagian dari kenang-kenangan manis anak-anak. Kemudian, tambahkan lagi dengan persediaan pakaian aneka ragam untuk bermain, paku-memaku, potret-memotret, dan penggunaan sarana-sarana lainnya.
    15. Perkenankan anak-anak yang sudah agak besar untuk menghias kamarnya sendiri, untuk menciptakan suasana yang sesuai dengan kegiatan dan kegemaran pribadinya. Doronglah anak Anda agar ia meningkatkan kemampuan berbahasa dengan mengadakan permainan kata-kata, misalnya mencari kata yang bersajak, mengarang cerita-cerita asli buatan sendiri, membuat teka-teki, membuat syair nyanyian, dan membuat puisi. Perkenankan dia sewaktu-waktu untuk hadir bila orang dewasa sedang berdiskusi, hal ini akan menambah perbendaharaan kata-katanya. Bacalah koran dan artikel-artikel majalah bersama-sama dan diskusikan pokok-pokoknya. Anjurkanlah mereka untuk rajin menulis surat.

    Kreativitas yang sejati menyangkut kebebasan, kepekaan, dan fleksibilitas. Sama seperti kebanyakan tata nilai dan sifat-sifat bawaan lainnya, kreativitas itu mula-mula sekali dibentuk oleh Anda. Dengan sekadar perhatian dan perencanaan sederhana Anda dapat memberikan kepada anak Anda hadiah yang berguna seumur hidupnya, yaitu kreativitas.

    Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , halaman 109 — 113, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
  • Membangkitkan Sikap Mau Melayani Di Dalam Diri Anak Anda

    Tanggal terbit:
    6-3-2006

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Artikel

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 269

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda

    Saat Anda berangan-angan tentang anak yang “ideal”, mungkin sifat mau melayani, tidak muncul di dalam pikiran Anda sebagai sifat utama. Mungkin inilah sebabnya mengapa banyak orang sekarang hidup sebagai “generasi yang mementingkan diri sendiri” atau yang tidak menaruh minat untuk mempunyai sikap mau melayani lebih daripada dilayani.

    Pada dasarnya, kepekaan terhadap sikap mau melayani – bahkan sekadar naluri untuk melakukan hal itu – merupakan sesuatu yang fundamental untuk mengimbangi keberhasilan yang diperoleh di dalam hampir segala bidang kehidupan. Kepemimpinan yang tidak disertai sikap mau melayani akan mengalami banyak kesulitan. Pemimpin yang melayani, yang digambarkan oleh Tuhan Yesus dalam Markus 10:43 – “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” – merupakan seorang motivator yang lebih baik dan akan lebih disukai daripada seorang pemimpin yang ditakuti. Suatu pernikahan tanpa saling melayani tidak akan memberi kepuasan pada kedua belah pihak dan juga tidak akan dapat bertahan lama. Kepribadian manusia juga akan mengalami kesulitan jika tidak mendapat kepuasan akibat tidak adanya sifat melayani atau melakukan sesuatu yang baik dan benar untuk orang lain.

    Jadi, bagaimana caranya supaya naluri untuk melayani itu bisa menjadi bagian dari kepribadian anak Anda yang sedang dalam masa pertumbuhan itu? Sebagaimana halnya dalam bidang lain, cara termudah bagi seorang anak untuk belajar adalah dengan melihat teladan di rumahnya. Ukurlah diri Anda dengan mengajukan pertanyaan yang berikut ini.

    1. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah anak saya senantiasa melihat saya melayani dan menolong dengan senang hati, walaupun saya tidak dibayar atau malah diomeli oleh istri atau suami saya?
    2. Apakah anak saya sering melihat saya dengan sukarela mengerjakan tugas-tugas rumah tambahan saat saya melihat istri atau suami saya dalam keadaan terdesak dan sangat sibuk dengan berbagai macam tugas.
    3. Pernahkah saya mengerjakan tugas rumah tangga yang paling hina dan kasar, atau apakah saya selalu menugaskan pekerjaan yang paling tak menyenangkan itu kepada anak saya?
    4. Apakah saya mempunyai kebiasaan untuk selalu mencari jalan agar kehidupan anak saya dapat menjadi lebih mudah, atau apakah saya selalu berpikir bahwa memang sudah sepantasnya ia melakukan hal itu bagi saya?
    5. Pernahkah saya secara sukarela membantu melakukan tugas-tugas rumah yang seharusnya menjadi tugas anak saya karena ia harus menyelesaikan banyak pekerjaan rumah dari sekolah yang menyita banyak waktu?
    6. Apakah anak saya sering melihat saya menolong teman-teman atau tetangga, atau memberikan bantuan sukarela dalam berbagai kegiatan di lingkungan saya?

    Jika semua ini nampaknya lebih merupakan pelajaran bagi orang tua daripada bagi anak-anak, maka Anda sudah dapat menangkap amanat yang ingin saya sampaikan. Prosesnya dimulai dari diri kita sendiri. Kemudian sebagai tambahan pada teladan yang kita berikan, kita dapat mengambil beberapa langkah lain untuk menolong anak-anak kita untuk belajar berkorban dalam rangka bertindak sebagai seorang pelayan.

    Seorang anak kecil yang baru belajar berjalan pun dapat menjadi “pembantu” bagi ibu atau ayahnya. Jika Anda bersedia memberikan waktu untuk menyelesaikan suatu tugas atau “proyek” padanya, yang tentunya lebih banyak dari waktu yang diperlukan jika Anda mengerjakannya sendiri, Anda akan memberikan kegembiraan kepada seorang anak kecil karena ia dapat “menolong” Anda membilas piring, mencuci kendaraan, memungut mainan, atau mengelap perabot rumah. Jika anak itu enggan, janganlah memaksakan hal itu pada anak seusia ini. Namun, kemungkinan besar ia dengan bersemangat ingin ikut terlibat dalam apa yang sedang Anda lakukan. Nyatakanlah pujian dan terima kasih Anda untuk bantuan yang diberikannya, dan ceritakan senantiasa kepada anggota-anggota keluarga lainnya bagaimana anak itu telah membantu. Kelak Anda akan melihat bahwa tugas Anda dapat lebih cepat selesai dengan cara ini karena anak itu tidak perlu bersaing untuk mendapatkan perhatian Anda.

    Bila seorang anak mencapai umur empat atau lima tahun dan sudah merasa dapat mengatur dirinya sendiri atau sudah merasa mempunyai identitas, mulailah melibatkan anak itu dalam berbagai pekerjaan supaya ia dapat membantu dalam arti yang sesungguhnya. Misalnya, dengan penuh semangat turun tangan melaksanakan apa yang ditugaskan kepada anak-anak di dalam keluarga atau membantu orang tua melakukan apa yang harus segera dikerjakan seperti membereskan rumah sebelum tamu tiba. Senantiasalah memberikan pujian dan penghargaan untuk bantuan-bantuan semacam ini.

    Doronglah anak Anda yang masih di Sekolah Dasar untuk sewaktu-waktu secara sukarela membersihkan ruang kelas atau dengan sengaja melakukan tugas-tugas yang kurang disukai, semata-mata untuk melayani. Hal ini dapat menolong untuk mengimbangi pandangan yang sudah merembes ke dalam kebanyakan sekolah yang sangat menekankan persaingan dan yang meremehkan nilai dari suatu pelayanan.

    Sertakan anak Anda dalam program kepramukaan. Di sini tekanan kawan sebaya akan mengokohkan betapa besar nilai suatu pelayanan itu. Pola berpikir dan bertindak ini dapat berakar dan membentuk sifat-sifatnya untuk seumur hidup.

    Dengan anak-anak Anda yang lebih besar, yang sudah duduk di Sekolah Dasar, bicarakanlah tentang peranan melayani dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dalam membina persahabatan. Pikirkanlah bersama anak Anda suatu bentuk pelayanan tertentu bagi seorang kawan. Mintalah ia melaporkan tentang bagaimana tanggapan teman itu terhadap hal ini. Jika tidak memuaskan, cobalah cari di mana letak kekeliruannya dan sarankanlah untuk mencoba sekali lagi.

    Dengan anak yang remaja atau yang menjelang remaja, selidikilah ayat-ayat Alkitab tentang menjadi pelayan untuk mengerti apa artinya: “Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir,” dan “menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Beberapa ayat Alkitab yang patut dibicarakan yaitu, Matius 20:26-28; Markus 9:35; Yohanes 13:12-15; Roma 15:1-3; Galatia 6:10; dan Filipi 2:3-8.

    Buatlah foto tentang anak Anda yang sedang melayani. Berusahalah untuk memuji setiap kali foto itu dilihat atau slidenya dipertunjukkan.

    Ajaklah keluarga Anda untuk memilih suatu proyek pelayanan kelompok yang dapat dilakukan bersama-sama – mungkin menolong seorang tetangga yang lanjut usia dalam membereskan rumahnya, surat-menyurat dengan orang yang merasa kesepian karena tugas belajar atau karena tugas lainnya, atau menjadi orang tua asuh. Atau menghubungi suatu lembaga sosial yang ada di daerah Anda yang membutuhkan tenaga sukarela sehingga Anda bisa mendapat informasi mengenai kemungkinan untuk dapat ikut melayani.

    Setiap bulan, buatlah semacam penilaian dengan memberikan “angka” untuk pelayanan yang dilakukan anak Anda maupun Anda sendiri. Usahakanlah agar pelayanan menjadi pokok yang sering dibicarakan di meja makan. Sadarkanlah anak Anda bahwa seorang yang “matang atau dewasa” yang sudah cukup mantap untuk dapat melayani orang lain itu pasti akan menjadi seorang pemimpin dalam arti kata yang sebenarnya.

    Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , halaman 120 – 124, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
  • Anak Anda Dapat Gemar Belajar

    Tanggal terbit:
    19-1-2006

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Tips

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 263

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda

    Apakah Anda akan merasa heran jika mengetahui bahwa hasil penelitian terakhir mengungkapkan bahwa ada hubungan yang kuat dan langsung antara keterlibatan orang tua dengan prestasi yang dicapai oleh anak-anak mereka di sekolah? Seharusnya Anda tidak merasa heran. Namun demikian banyak orang tua cenderung lebih membiarkan para guru memikul seluruh beban pendidikan anak-anak mereka. Entah bagaimana, banyak orang tua mempunyai dugaan yang samar bahwa hanya para pendidik profesional saja yang dapat secara memadai menilai kemajuan seorang anak. Tetapi pandangan ini sama sekali tidak benar!

    Jika Anda benar-benar yakin bahwa mengajarkan anak Anda untuk menghargai sekolah dan proses belajar itu merupakan salah satu hadiah terpenting yang dapat Anda berikan, maka mau tak mau Anda harus ikut terlibat. Berikut adalah beberapa cara melakukannya:

    1. Dengan anak-anak pra sekolah, pusat perhatian utama ialah untuk membangun suatu rasa harga diri yang kuat dan kesadaran bahwa ia dikasihi dan diterima karena pribadi anak itu sendiri. Dari dasar yang kokoh ini, anak Anda dapat menjelajahi dunia yang baru baginya yang terdiri atas manusia, barang, dan gagasan yang akan diperhadapkan kepadanya kelak.

    2. Dengarkanlah apa yang dikatakan anak Anda. Kegembiraan Anda yang tulus terhadap minat dan penemuan anak Anda sangat penting untuk menolong dia menyadari bahwa penjelajahan dan penemuan adalah perkara yang penting dan menyenangkan.

    3. Secara konsisten bacakanlah kepada anak Anda bahan-bahan dari berbagai sumber. Dengarkanlah rekaman-rekaman dan bermainlah bersama dengan permainan yang merangsang interaksi yang kreatif. Biarkan juga anak Anda mengamati Anda menyelesaikan masalah dan mengumpulkan informasi.

    4. Masa ini merupakan masa untuk memperkenalkan anak Anda pada sumber-sumber kekayaan yang terdapat di perpustakaan. Mintalah pengelola perpustakaan untuk menyarankan judul buku-buku bagus yang dapat dipinjam. Periksalah buku-buku bergambar terbaik yang akan menarik bagi anak dan yang meningkatkan minat anak.

      Pilihkanlah acara-acara apa yang tersedia bagi anak-anak yang akan merangsang anak-anak untuk ingin belajar, baik yang berupa film, pertunjukan boneka, dan peristiwa-peristiwa istimewa lainnya. Pakai juga sarana-sarana lain yang tidak dalam bentuk tulisan seperti kaset yang berisi cerita-cerita, musik, atau gambar tempel, poster dan barang cetak yang dapat diberi bingkai untuk digantung di kamar anak Anda. Anak itu akan segera mendapat kesan dan pengertian bahwa belajar itu menguntungkan dan juga menyenangkan, dan keyakinan ini akan tertanam di dalam diri anak Anda sampai seumur hidup.

    5. Jika anak Anda masih baru mulai masuk Sekolah Dasar, penting sekali bagi Anda untuk ikut serta di dalam peristiwa kegiatan sekolah. Sediakanlah waktu untuk menemui guru sekolah anak Anda dan tanyakanlah secara langsung tentang falsafah pendidikannya dan pendekatan yang ia pakai dalam mengajar. Tanyakan tentang kegiatan atau proyek apa yang dapat Anda bantu. Berusahalah untuk hadir pada pertemuan-pertemuan orang tua murid dan para guru, dan dalam berbagai acara lain yang diselenggarakan oleh sekolah.

    6. Perhatikan dan periksa dengan saksama agenda sekolah anak Anda. Dan tolong anak Anda untuk melaksanakan apa yang ditugaskan gurunya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian Anda tidak perlu bertanya, “Apa yang kamu kerjakan di sekolah hari ini?” yang biasanya hanya akan dijawab, “Ah, biasa-biasa saja.”

    7. Mintalah anak Anda membacakan bagi Anda artikel dari buku, surat kabar atau majalah, daftar makanan, dan lain-lain. Tunjukkan kepadanya bahwa sangatlah menolong jika ia menceritakan sesuatu yang menarik dan yang bersifat memberi informasi. Bukalah kamus jika di dalam percakapan muncul kata-kata baru yang belum dimengerti.

    8. Bangkitkanlah semangat memahirkan diri dalam bidang bahasa dan matematika melalui berbagai permainan seperti Skrebel (berlomba menyusun kata dengan huruf-huruf yang ada padanya), Monopoli, dan lain sebagainya. Selama bepergian dalam kendaraan atau waktu menunggu, tantanglah anak Anda untuk bermain dengan kata-kata atau berlomba membuat sajak atau puisi sederhana dan lucu, dengan demikian kita dapat memperkaya perbendaharaan kata yang ia miliki.

    9. Kumpulkanlah bahan-bahan dari buku-buku atau acara-acara televisi tentang rekor-rekor dunia yang menjadi kegemaran anak- anak. Sambil makan malam cobalah bermain tebak-tebakan waktu makan, mintalah salah seorang anggota keluarga untuk menceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya minggu sebelumnya di televisi atau apa yang dibacanya dari buku atau majalah.

    10. Kunjungan berkala pada tempat-tempat bersejarah, pabrik, museum, konser, sandiwara, pangkalan pemadam kebakaran, dan lain-lain, akan sangat menolong dalam membangkitkan kegemaran untuk belajar dan mengadakan eksplorasi. Jangan lupa pula mengunjungi perusahaan penjernihan air minum setempat atau waduk untuk irigasi setempat!

    11. Pada waktu anak Anda sudah duduk di kelas-kelas terakhir Sekolah Dasar kemungkinan pusat perhatian Anda sudah sedikit beralih dari membina keinginan anak Anda untuk belajar kepada penggunaan waktu anak Anda secara konstruktif. Tolonglah anak Anda dalam menentukan prioritas dan menentukan sasaran yang harus dikejar. Lindungilah dia, jangan sampai dibebani dengan terlalu banyak hal, yang baik sekalipun, yang dapat menguras energi dan semangatnya.

    12. Sediakan bagi anak Anda tempat yang tenang, enak, dan cukup penerangan untuk belajar. Perlengkapi tempat itu dengan sarana-sarana dasar seperti kamus, peta, gunting dan alat-alat tulis.

    13. Biasakanlah untuk belajar bersama dengan membaca buku-buku yang diminati. Bahaslah bersama-sama artikel-artikel surat kabar atau berita televisi. Jika Anda kebetulan harus mengerjakan sesuatu pekerjaan, seperti menyusun atau merakit suatu alat yang baru, suruhlah anak Anda membantu dengan membacakan petunjuk-petunjuknya. Berilah pujian untuk keberhasilan yang dicapai dan tolong dia untuk mengerti apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya. Biarkanlah anak Anda mengikuti “study-tour” yaitu suatu perjalanan keliling, umpamanya ke pabrik-pabrik tertentu, yang bertujuan untuk mengajarkan sesuatu kepadanya.

    14. Pada anak-anak SMP dan SMA, pergunakanlah segala apa yang Anda ketahui untuk mendorong anak Anda agar tetap bersemangat dan maju ke arah yang benar. Bercakap-cakaplah sebagai orang dewasa dengan anak remaja Anda. Sekali-kali ajaklah dia untuk meninjau tempat Anda bekerja. Jika mungkin berilah anak Anda kesempatan untuk dapat berbicara tentang salah satu aspek yang menarik mengenai pekerjaan Anda di hadapan sekelompok anak-anak muda.

    15. Tanpa terkesan memaksa, jadilah senantiasa “sahabat” bagi anak Anda, dan perlihatkanlah bahwa Anda selalu siap menolong kalau dia menghadapi tugas-tugas yang sulit, atau untuk sekadar bercakap-cakap. Secara aktif perhatikanlah orang dan tempat yang menyita sebagian besar dari waktu anak Anda.

    Walaupun kegemaran anak Anda bersekolah dan komitmennya terhadap soal belajar itu dapat bertambah besar atau menyusut sesuai dengan berubahnya guru-guru atau lingkungan belajarnya, semua ini sebenarnya merupakan hal yang sekunder jika dibandingkan dengan pengaruh dan teladan yang Anda sendiri berikan. Jika kita mengingat bahwa yang dipertaruhkan ialah pola pertumbuhan dan keberhasilan yang akan berlangsung seumur hidup maka usaha apa pun yang Anda lakukan tidak akan pernah cukup. Ada sebuah slogan yang mengatakan: “Menyia-nyiakan pikiran itu merupakan perbuatan orang pandir.”

    Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , Artikel Anak Anda Dapat Gemar Belajar, halaman 208 – 212, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
  • Anak-anak Anda dan Uang Saku

    Tanggal terbit:
    13-1-2006

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Artikel

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 262

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda
    Apa yang Mereka Pelajari tentang Tanggung Jawab Keuangan?

    Mengajar anak-anak tentang bagaimana menjadi bendahara yang bijak dalam menangani sumber penghasilan mereka merupakan pokok yang penting yang harus diajarkan oleh orang tua Kristen. Dan cara yang baik untuk mulai mendidik mereka di dalam hal ini ialah dengan melatih mereka tentang bagaimana menggunakan uang. Salah satu cara yang terbaik bagi anak-anak untuk belajar tentang keuangan ialah dengan memberikannya uang saku.

    Banyak orang tua yang tidak terbiasa memberikan uang saku secara teratur, mereka hanya memberikan uang kepada anak-anak mereka secara tidak teratur dan tidak terencana, dan memberikannya hanya kalau diminta. Cara pemberian uang yang demikian itu tidaklah mengajarkan kepada mereka bagaimana mengelola uang. Anak-anak harus meminta- minta uang dan orang tua selalu harus memutuskan pada saat itu juga apakah setiap permintaan mereka itu patut dan dapat diberikan atau tidak.

    Jika kita memberikan uang saku secara teratur maka masalah-masalah seperti ini dapat dicegah, namun ada banyak pandangan yang sangat berbeda tentang bagaimana cara yang terbaik untuk memberikan uang saku itu. Ada orang tua yang hanya memberikan uang saku sebagai upah untuk anak-anak yang menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah. Ada orang tua lain yang memberikan uang saku secara teratur tetapi kalau tugas-tugas di rumah tidak diselesaikan atau kalau ia nakal, maka sebagai hukuman uang saku itu tidak diberikan. Banyak orang tua berpendapat bahwa cara-cara ini mendorong anak-anak untuk menjadi baik hanya karena uang, dan memandang tugas-tugas harian di rumah hanya sebagai pekerjaan untuk mendapat upah dan bukan sebagai tanggung jawab yang wajar sebagai anggota keluarga. Selain itu karena uang itu diberikan secara tidak teratur, maka sulit bagi anak-anak itu untuk belajar bagaimana merencanakan anggaran atau menabung penghasilan mereka.

    Ada juga orang tua yang memberikan uang saku secara teratur dan jumlahnya pun tetap, mereka tidak menuntut syarat apa-apa. Nampaknya sistem semacam inilah yang paling baik untuk melatih anak-anak belajar membuat anggaran belanja, tetapi memang sistem ini tidak cukup untuk mengajarkan kepada anak-anak kaitan antara kerja dan upah.

    Rupanya pendekatan yang terbaik ialah kombinasi dari kedua cara itu. Berikanlah kepada setiap anak sejumlah uang saku secara teratur dan jumlah itu pun harus diperhitungkan sesuai dengan berapa kebutuhan dasar mereka, ditambah lagi dengan sejumlah uang yang dapat mereka pakai sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Uang saku jenis ini merupakan uang yang menjadi bagian anak itu dari penghasilan keluarga karena ia merupakan salah seorang anggota keluarga. Selain itu, ia juga bertanggung jawab untuk melaksanakan beberapa tugas di dalam urusan rumah tangga, jika ia tidak memenuhi kewajibannya ia harus didisiplin dengan cara lain dan bukan dengan jalan tidak memberikan uang sakunya. Sebagai penghasilan tambahan ia dapat diberi upah untuk melakukan pekerjaan ekstra, yaitu pekerjaan yang biasa dilakukan orang lain dengan jalan Anda mengupahnya, misalnya memotong rumput atau mencuci mobil. Penghasilan tambahan ini akan mengajarkan kepada si anak tentang hubungan antara pekerjaan dan upah. Dan penghasilan yang diperolehnya dengan cara ini dapat dipergunakannya untuk hal-hal yang disenanginya dan bukan untuk kebutuhannya yang dasar.

    Efektivitas uang saku untuk membina rasa tanggung jawab dalam soal keuangan dan dalam soal mengenal nilai uang sebagian besar sangat bergantung pada berapa banyak uang yang diberikan dan pada pedoman- pedoman yang Anda berikan dalam hal penggunaan uang itu. Berikut ini terdapat beberapa prinsip yang penting:

    1. Bagaimana cara Anda sendiri mengelola uang Anda merupakan pernyataan yang paling menentukan, tak peduli apa pun yang Anda katakan.
    2. Uang saku harus diberikan secara teratur, tepat pada waktunya, dan tanpa harus diingatkan. Pemberian uang saku secara teratur merupakan kunci untuk mengajarkan disiplin dalam penggunaan uang.
    3. Anda harus menjaga agar sedapat mungkin uang saku itu tidak diberikan sebelum waktunya. Janganlah memberi lebih atau kurang dari jumlah yang sudah disepakati agar anak Anda dapat belajar mengatur pengeluaran dan pendapatannya itu secara seimbang.
    4. Besarnya uang saku harus didasarkan pada apa yang Anda mau ia lakukan dengan uang itu, dengan mempertimbangkan umur anak, kemampuan, dan kebutuhannya, serta keadaan dalam keluarga.
    5. Tambahkan juga pada jumlah uang sakunya itu sejumlah uang yang dapat dipakai sesuka hatinya agar ia dapat belajar bagaimana memilih dengan bijaksana dalam membelanjakan uangnya.
    6. Anda juga bertanggung jawab untuk melakukan semacam pengawasan agar dapat menjaga supaya pengeluarannya berada dalam batas-batas peraturan dan nilai-nilai yang dijunjung oleh keluarga.
    7. Janganlah memakai uang saku sebagai alat untuk “membeli” kasih sayang.

    Berikut ini terdapat beberapa cara untuk menolong agar anak Anda dapat bertanggungjawab dalam soal keuangan:

    1. Mulailah dengan menolong anak-anak Anda yang belum sekolah untuk dapat mengerti tentang berbagai pecahan mata uang lima puluh rupiah, seratus, lima ratus, dan seribu rupiah sambil bermain pasar-pasaran. Selain itu kadang-kadang ajaklah ia untuk ikut pergi berbelanja dengan Anda, dan pada waktu itu berikanlah uang kecil agar ia sendiri dapat membeli apa yang ia mau. Dengan demikian Anda sudah mengajarkan kepada anak Anda bahwa uang adalah sarana untuk jual-beli.

    2. Seorang anak kecil yang sudah mulai bersekolah dapat dipercayakan untuk membeli makanan kecil, hadiah-hadiah keluarga, dan barang- barang kecil lainnya. Ajarkanlah anak itu pentingnya memisahkan terlebih dahulu perpuluhannya bagi Tuhan. Kemudian tolonglah anak itu untuk menyusun anggaran belanjanya pada sehelai kertas, untuk mencatat segala pengeluaran tetap yang menjadi tanggung jawabnya, dan hal-hal lain yang ingin dibelinya. Doronglah untuk menyisihkan suatu jumlah tertentu untuk ditabung, dan lebih baik lagi jika Anda memberikan satu sasaran jangka panjang.

    3. Di antara umur tujuh dan sembilan tahun, kebanyakan anak sudah siap untuk mulai mengelola uang saku mingguan dengan mencatat anggaran belanjanya pada sehelai kertas. Hal-hal yang dipilihnya untuk dibeli dari uang tabungannya akan dapat memberikan kepadanya pelajaran yang penting sekali dalam soal keuangan. Dengan bertambah besarnya anak Anda, ia akan dapat menabung untuk pembelian-pembelian yang lebih besar. Jika ia beberapa kali keliru dalam memilih barang yang akan dibeli oleh uang simpanannya maka hal itu akan dengan cepat sekali mengajarkan kepadanya kaitan harga dengan mutu barang yang dibelinya. Biarkanlah anak Anda belajar dengan jalan mengalaminya sendiri walau memang hal itu merupakan pengalaman yang pahit: Janganlah Anda mencoba “menolong” dengan mengganti kerugian yang dideritanya, dan usahakanlah untuk tidak memberi komentar, “Apa saya bilang!”

    4. Kadang-kadang mengikutsertakan anak yang masih di bawah umur sepuluh tahun dalam membicarakan masalah keuangan keluarga akan merupakan cara yang baik bagi anak itu untuk menyadari bahwa pendapatan rumah tangga itu terbatas, dan bahwa kadang-kadang memang sulit untuk mengambil keputusan tentang yang mana yang harus didahulukan. Dan percakapan keluarga ini juga dapat menjadi waktu yang baik untuk memberikan pengertian kepada anak-anak tentang pajak, asuransi, jaminan sosial, dan masalah kredit. Biarkan anak Anda ikut serta dalam menentukan tentang apakah keluarga Anda akan membeli mobil atau akan mengubah bentuk ruangan. Namun demikian, Anda juga harus memastikan agar anak Anda tidak ikut serta memikul beban keuangan keluarga yang sedang krisis, atau mempunyai perasaan bersalah karena menjadi beban keluarga.

    5. Ingat juga bahwa dengan bertambahnya usia anak Anda, bertambah besar pula kebutuhannya akan uang. Baik sekali jika Anda meninjau kembali besarnya uang saku anak Anda dua kali setahun. Seorang anak remaja perlu dianjurkan untuk mulai bekerja di luar bila ada kesempatan, dan upah yang diperoleh sebagai hasil kerjanya harus dipisahkan dari uang sakunya supaya anggaran belanjanya tetap seimbang. Anda juga dapat mencanangkan agar ia membeli barang yang cukup mahal seperti misalnya membeli sepeda atau sepeda motor, atau apa saja yang masih dalam jangkauannya. Dan ajarkanlah agar ia mendisiplin dirinya untuk menabung secara teratur misalnya dengan menjanjikan untuk menyediakan setengah dari harga barang yang akan dibeli jika anak itu mau menabung yang setengahnya lagi.

    Bagaimanapun cara Anda mengatur uang saku anak Anda, ingatlah: pelajaran yang terbaik yang dapat dipelajari oleh anak-anak Anda tentang keuangan itu ialah teladan Anda. Sudahkah Anda sendiri menjadi teladan dalam soal mengatur prioritas, dalam soal menentukan mana yang lebih berharga, dan dalam soal menjadi bendahara Kristen yang baik sebagaimana yang ingin Anda ajarkan kepada anak-anak Anda?

    Sumber:

  • 40 Cara Mengarahkan Anak, Paul Lewis, , Artikel Anak-anak Anda dan Uang Saku oleh Paul Lewis, halaman 17 – 21, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
  • Berilah Anak Anda Hati yang Berpaut kepada Allah

    Tanggal terbit:
    5-1-2006

    Topik:
    Anak – Murid

    Tipe Bahan:
    Artikel

    Tulisan ini pernah dimuat di:
    e-BinaAnak edisi 261

    Tampilan cetak
    Beri tahu teman Anda
    Kirim tulisan ini ke email Anda

    Apakah yang harus Anda lakukan supaya dapat memberi kepada anak Anda kasih yang matang dan penuh gairah kepada Allah, agar mereka memiliki hidup rohani yang bertumbuh? Bagaimanapun juga, sudah merupakan rencana Allah bahwa orang tua maupun para pendidik bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan nilai-nilai hidup rohani yang sejati kepada anak-anak mereka. Jadi, jawabannya dimulai dari diri Anda sendiri.

    Teladan apa yang telah Anda tunjukkan di pentas kehidupan keluarga Anda? Iman Timotius yang tulus mula-mula terdapat di dalam diri neneknya, Lois, dan ibunya, Eunike (2Timotius 1:5). Anak-anak Anda tidak akan menangkap apa yang tidak ada pada Anda. Sesungguhnya, jika kehidupan rohani Anda sendiri saja lemah, maka hal ini hanya akan membuat mereka kebal terhadap hal-hal rohani, sehingga mereka tidak dapat menerima apa yang sebenarnya harus mereka terima.

    Kata-kata Paulus dalam 2Timotius 3:14,15 menunjukkan bahwa sasaran kita yang sesungguhnya adalah tahap yang ketiga dari tiga tahap yang ada. Yang pertama ialah pengetahuan (informasi yang dapat diandalkan tentang Allah). Yang kedua ialah belajar (penerapan pribadi dari kebenaran-kebenaran Allah itu). Dan yang ketiga ialah hikmat (suatu pola dalam memandang sesuatu yang sesuai dengan sudut pandang Allah). Orang tua yang berhasil dalam menolong anak-anak mereka untuk mencapai tahap yang ketiga biasanya adalah orang-orang yang aktif dalam beberapa aspek kunci. Namun sebelum memperhatikan beberapa saran yang praktis, marilah pertama-tama secara pribadi kita memeriksa diri kita sendiri.

    1. Apakah kehidupan rohani saya pantas untuk ditiru? Apakah saya suka berdoa secara pribadi sebagai seorang juru syafaat yang mendoakan berbagai kebutuhan keluarga saya?

    2. Apakah saya mempunyai kehausan yang wajar untuk perkara-perkara rohani, atau apakah berdoa, pemahaman Alkitab, dan kegiatan- kegiatan gereja itu hanya sekadar kebiasaan rutin atau sesuatu yang sebenarnya tidak mutlak harus dilakukan?

    3. Apakah tindakan disiplin saya terhadap anak saya itu menimbulkan di dalam dirinya suatu rasa hormat yang seimbang terhadap kekuasaan atau wewenang yang akan menolong dia untuk secara sukarela bersedia taat kepada kekuasaan Allah?

    4. Apakah saya mengajak anak saya untuk membuka firman Allah waktu membicarakan masalah-masalahnya, waktu membahas sifat-sifat positif yang perlu diraih, waktu membahas peristiwa-peristiwa dunia yang memprihatinkan anak itu, atau waktu menjawab pertanyaan-pertanyaannya tentang hidup ini?

    5. Apakah kalau anak saya datang kepada saya untuk mengemukakan apa yang dibutuhkannya, respon saya yang wajar ialah berdoa diiringi dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan? Apakah dia melihat saya sebagai orang yang selalu membawa pertama-tama berbagai persoalan yang dihadapi kepada Allah? Apakah keluarga kita suka berdoa bersama-sama secara wajar dan spontan pada waktu-waktu tertentu selain daripada waktu makan atau waktu hendak tidur malam?

    Penyelidikan psikologi menunjukkan bahwa sekitar 85% dari kepribadian anak Anda pada waktu ia menjadi dewasa sudah terbentuk pada waktu anak itu menjelang umur enam tahun. Jadi, kesempatan terbaik Anda agar dapat dengan berhasil mengasihi dan menertibkan anak Anda secara efektif ialah selama enam tahun pertama itu, yang juga merupakan tahun-tahun yang kritis itu. Kemudian, untuk menangani 15% yang tersisa, berikut ini ada beberapa saran:

    1. Jika Anda belum pernah menyerahkan anak Anda kepada Allah secara khusus dengan menyebutkan namanya, lakukan hal ini sekarang juga. Serahkanlah anak Anda kepada-Nya dan akuilah bahwa anak itu akan berada di dalam tangan Anda hanya untuk sementara waktu saja.

    2. Bimbinglah anak Anda kepada Kristus. Sedini mungkin jelaskanlah Injil secara sederhana dan dengan bahasa yang dapat ia mengerti. Supaya sejak kecil sekali anak Anda dapat mengerti dengan jelas bahwa dirinya adalah orang berdosa dan bahwa satu-satunya jalan untuk mendapat pengampunan dosa dan hidup yang kekal ialah dengan percaya bahwa Tuhan Yesus sudah mati di kayu salib untuk menanggung hukuman dosanya. Terangkan juga bahwa dengan menerima Tuhan Yesus di dalam hidupnya ia akan diberi kesanggupan untuk dapat menaati firman Allah dengan kekuatan Roh Allah sendiri.

    3. Berdoalah untuk anak Anda setiap hari. Usahakanlah untuk selalu mengetahui berbagai kebutuhannya yang khusus sehingga Anda dapat berdoa untuk dia secara spesifik. Biarlah anak Anda mengetahui bahwa Anda berdoa untuk dia. Jangan lupa untuk senantiasa menunjukkan berbagai jawaban doa yang diperoleh dalam kehidupan anak Anda. Seringlah berdoa untuk kepentingannya di masa yang akan datang, seperti waktu liburan, teman hidup, dan anak-anak mereka kelak.

    4. Binalah suatu suasana yang seimbang antara gelak tawa, petualangan, kejutan, saling memperhatikan, musik indah, buku- buku yang bermutu, dan kawan-kawan yang baik. Buatlah agar mereka betah tinggal di rumah Anda. Salah satu cara untuk menguji kenyamanan suasana rumah Anda ialah dengan melihat apakah anak-anak tetangga suka berkumpul di situ!

    5. Sering-seringlah menyediakan waktu untuk bergaul dan untuk saling berbagi pengalaman rohani sebagai satu keluarga, rancanglah saat itu sedemikian rupa supaya dapat dinikmati dan masih dalam jangkauan perhatian anak Anda. Ajaklah dia untuk ikut berpartisipasi. Sesuaikan bahan pembicaraannya dengan batas-batas kemampuan anak Anda. Berilah anak Anda penghargaan untuk ayat-ayat Alkitab yang dihafalkannya.

    6. Sediakan waktu untuk kebaktian keluarga yang dilakukan secara spontan. Jika ada kejadian menggembirakan atau yang patut dirayakan, bersyukurlah kepada Allah dengan menyanyi dan berdoa bersama.

    7. Libatkan anak Anda dalam kegiatan Kristen yang efektif seperti retret dengan pemuda gereja, berkemah di waktu libur, dan acara-acara pramuka atau acara muda-mudi yang disponsori oleh gereja Anda.

    8. Jawablah pertanyaan-pertanyaan anak Anda tentang perkara-perkara rohani dengan serius. Jangan menertawakannya jika ia ingin mengetahui apakah nyamuk itu akan masuk surga; pakailah pertanyaan itu sebagai kesempatan untuk membicarakan tentang janji kehidupan yang kekal yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita di dalam Yesus Kristus. Jika Anda belum mengetahui jawabannya, akuilah dengan terus terang; lalu selidikilah Alkitab bersama untuk memperoleh keterangan yang lebih lanjut.

    9. Pakailah kesempatan hari libur atau peristiwa-peristiwa istimewa lainnya untuk berbicara tentang iman Anda. Mungkin tidak ada saat yang lebih baik untuk membicarakan tentang kasih Allah kepada umat manusia selain pada malam Natal, atau tentang kekuasaan-Nya pada hari Paskah? Bahkan hari ulang tahun pun dapat dijadikan kesempatan untuk menekankan keunikan dan betapa berharganya orang yang sedang berulang tahun itu di dalam pemandangan Allah, dan hari ulang tahun pernikahan adalah saat yang wajar untuk membahas rencana Allah tentang pernikahan.

    10. Tolonglah anak Anda agar ia mengenal dengan baik dan merasa betah berada di gereja Anda — dengan para anggota gereja yang lain, dengan berbagai upacara kebaktian, dan segala macam kegiatannya.

    11. Usahakanlah supaya anak Anda mengetahui atau membaca riwayat hidup tokoh-tokoh Kristen dan terbuka terhadap musik Kristen masa kini yang mengandung amanat yang jelas.

    12. Gantungkanlah peta dunia pada dinding di rumah Anda dan pelajarilah secara teratur daerah-daerah yang dilanda bala kelaparan, pergolakan politik, dan kebutuhan rohani. Mintalah keterangan dari kelompok-kelompok utusan Injil tentang apa yang sedang dilakukan Allah di berbagai negara.

    13. Undanglah para utusan Injil dan orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan berkunjung ke rumah Anda. Doronglah anak Anda untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui bagaimana Allah telah memanggil orang-orang itu.

    14. Tempelkanlah potret-potret para utusan Injil yang pernah Anda jumpai di tempat yang mudah terlihat di ruang keluarga Anda. Berkirimlah surat dengan mereka. Berdoalah bagi mereka dan sebagai keluarga berilah persembahan untuk kebutuhan mereka.

    15. Dalam masa liburan keluarga kunjungilah badan-badan misi atau kelompok pelayanan di dalam kota atau di daerah tempat Anda berlibur.

    16. Perhatikanlah kawan-kawan anak Anda yang belum mengenal Kristus. Berdoa dan buatlah rencana untuk dapat bergaul bersama-sama dengan mereka supaya terbuka kesempatan untuk menceritakan berita Injil kepada mereka. Usahakanlah agar Anda dan anak Anda siap dan mengetahui apa yang harus dikatakan apabila terbuka kesempatan itu.

    17. Dalam masa remaja, anak Anda sudah harus mempunyai iman yang mampu berdiri sendiri terlepas dari iman Anda sendiri. Seorang anak remaja cenderung untuk mulai mempertanyakan banyak hal yang dahulu sudah diterimanya. Jangan panik. Berdoa dan sediakanlah buku-buku yang dapat memberikan jawaban yang mantap bagi pertanyaan-pertanyaannya, dan perhadapkan dia dengan orang-orang rohani yang terampil berkomunikasi dengan anak-anak remaja. Anda sendiri harus terbuka untuk dengan tenang membahas semua ini dengan anak Anda; di atas segalanya dan lebih daripada sebelumnya, praktekkanlah apa yang Anda ajarkan.

    Dalam Amsal 22:6, Allah berjanji Anda dapat memberikan kepada anak Anda hati yang berpaut kepada Dia. Hal ini merupakan proses pertumbuhan bersama yang berjalan terus setiap hari yang akan memberikan kegembiraan yang segera — dan keuntungan yang kekal.

  • Pembinaan Guru

    Mei 3, 2008

    Profesi guru seperti profesi lainnya, membutuhkan sebuah proses aktualisasi terhadap metode serta pengetahuan baru. Caranya bisa macam-macam, dari berbicara mengenai profesionalitas dengan rekan sejawat, membaca buku kemudian mempresentasikan nya didepan teman-teman guru, sampai hadir didalam sebuah pelatihan serta seminar yang diadakan di hotel mewah. Seminar atau pelatihan tersebut biasanya diadakan saat hari aktif dan guru harus meninggalkan kelas dan siswa yang diajarnya. Waktu penyelenggaraan acara tersebut terkadang juga diadakan di hari libur, ini menyebabkan berkurangnya waktu berkualitas guru bersama keluarganya.

    Dari illustrasi diatas bisa dilihat bahwa upaya untuk menambah pengetahuan, menambah metode baru dalam dunia profesi guru membutuhkan pengorbanan serta waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dengan demikian pengorbanan tersebut harus mempunyai akibat yang signifikan dengan cara mengajar guru di kelas. Kualitas seorang guru yang sudah mengikuti sebuah pelatihan atau seminar bisa dilihat dari cara mengajarnya dikelas.

    Untuk membuat sebuah seminar atau pelatihan menjadi ‘api perubahan’ bagi cara guru membelajarkan siswa di kelas dibutuhkan sebuah paradigma perubahan dari pelatihan dan pembinaan guru. Uraian dibawah ini mungkin bisa berguna dalam mendorong perubahan tersebut. Artikel ini akan menyoroti kebijakan lembaga pendidikan sebelum dan sesudah mengirim gurunya ke pelatihan serta sikap guru sebagai agen perubahan setelah mengikuti pelatihan.

    Apabila anda seorang guru di utus untuk mengikuti sebuah pelatihan guru.

    1. Berjanjilah untuk menjadi orang yang amanah dan berjanji untuk menyebarkan virus perubahan saat anda dipilih oleh lembaga anda untuk hadir dalam sebuah seminar atau pelatihan.

    2. Apabila anda berkesempatan mendapatkan dokumen presentasi dari penyaji letakkan lah di dalam folder yang bisa diakses oleh rekan anda lewat jaringan network, atau cukup difoto kopi dan di tempel di ruang guru atau ditempat yang gampang dilihat.

    3. Carilah bahan pengetahuan dari media massa atau internet mengenai topik pelatihan yang akan anda hadiri. Hal ini menolong anda untuk tetap fokus dan bersemangat saat pelatihaan atau seminar berlangsung.

    4. Tanyakan hal-hal ini selama pelatihan (diambil dari blog Ibu Sitti Maesuri Patahuddin),

    • seberapa jauh kurikulum minta saya menyampaikan ini? Tidak hanya sampai disitu. Tapi kritislah, mengapa seperti itu? Hal apa saja yang harus diketahui oleh siswa kaitan dengan materi tersebut?.
    • mengapa saya perlu ajarkan ini?
    • apa pentingnya dalam kehidupan anak di masa depan?
    • Gimana cara saya ngajarkannya agar mudah? Pertanyaan ini punya konsekwensi banyak, misalnya mengetahui apa yang telah dipahami oleh anak, apa kesenangan mereka (yang pasti berbeda), apa kesulitan mereka.
    • Gimana cara saya menilainya? mengetahui apa yang dia sudah pahami atau tidak pahami? Apakah dengan cara meminta mereka diskusi (dan saya coba dengar baik-baik), apakah dengan mendorong mereka bertanya? apakah meminta mereka mengerjakan tugas presentasi, atau tes (yang bukan hanya jawaban benar atau salah)
    • Tujuan moral apa yang harus kita bangun dalam pembelajaran kita?

    5. Bila atasan anda meminta anda untuk menjadi fasilitator atau presenter dari pelatihan yang telah anda hadiri. Gunakan kriteria fasilitator yang baik dibawah ini.

    • Teroganisir
    • Komunikator yang Baik
    • Fleksibel
    • Pendengar aktif
    • Objektif
    • Inspirasional
    • Antusiastik
    • Spesialisasi mata pelajaran
    • Supportif
    • Responsif
    • Empatetik
    • Ketrampilan mengamati

    Apabila anda seorang penentu kebijakan disekolah (kepala sekolah atau pemilik dan pengurus yayasan)

    1. Anggarkan biaya pelatihan guru, sesuai dengan kemampuan. Ingat sebuah pembinaan guru yang efektif bukan dari ukuran mahalnya biaya pelatihan, namun apakah ada perubahan dari peserta sebelum atau sesudah pelatihan.

    2. Mulailah untuk mengirim guru anda hanya untuk menghadiri sebuah seminar atau pelatihan yang berkualitas. Tanyakan pada diri anda apakah penting hal ini diketahui oleh guru dan bagi peningkatan cara mengajarnya dikelas.

    3. Bila sekolah anda menerima sebuah undangan untuk menghadiri acara tersebut, lakukan penelitian singkat mengenai siapa pembicara dari tulisannya di media massa atau internet. Pembicara yang baik akan menampilkan bahasan-bahasan yang baru dalam setiap acara yang berbeda.

    4. Ada juga sebuah acara yang didukung oleh sponsor besar dibaliknya biasanya setengah dari acara akan didominasi oleh promosi produk. Pertimbangkan apakah promosi produk tersebut cukup berharga untuk dihadiri oleh guru anda.

    5. Biasakan untuk meminta guru anda membuat sebuah presentasi atau laporan yang akan ditampilkan didepan rekan guru sejawat sepulangnya dari pelatihan atau seminar. Hal ini akan banyak berguna sekali karena selama acara tersebut dipastikan guru akan aktif, mau bertanya dan memasang telinga lebar-lebar dikarenakan ada kewajiban yang menunggu sepulang nya dari acara. (Baca tulisan Murni Ramli mengenai pengalaman mengikuti seminar di Jepang)

    6. Adakan forum khusus atau hadirkan guru yang baru saja hadir di pelatihan dalam rapat tingkat manajemen. Minta guru tersebut untuk berbicara menerangkan apa yang didapat dari pelatihan. Saat yang sama anda sedang melatih guru anda untuk berpresentasi dan berbicara didepan publik.

    7. Berikut ini adalah lembaga pelatihan guru yang bisa membantu anda meningkatkan kompetensi guru, apabila rekan pembaca mempunyai sumber yang lain silahkan ditambahkan lewat kolom komentar.

    http://klinikpembelajaran.com/kp2007/2008/01/16/merubah-paradigma-pembinaan-guru/

    Penelitian Tindakan Kelas: Pembelajaran Kontekstual

    April 18, 2008

    ABSTRAK

    Rubiarto, Totok, 2007, Implementasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Untuk Meningkatkan Pemahaman Table Manner Pada Siswa Kelas IX A Di  SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep, Penelitian Tindakan Kelas, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Dinas Pendidikan, SMP Negeri 1 Giligenting Sumenep

     

    Kata Kunci : Kontekstual, pemahaman, siswa, pembelajaran, table manner

     

    Table Manner atau etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan Untuk memberi bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang table manner, peneliti melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang berbasis kontekstual.

    Pada penelitian tindakan kelas ini rumusan masalahnya adalah sebagai berikut Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep ?

    Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di kelas IX A SMP Negeri 1 Giligenting. semester 1 tahun pelajaran 2007/2008 pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2007. Jumlah siswa 38 terdiri atas 23 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.. Pelaksaan tindakan dalam penelitian ini melalui proses pembelajaran yang terbagi empat siklus penelitian

     

                Hasil penelitian ini menunjukkan Dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.

     

    BAB I

    PENDAHULUAN

     

    A. Latar Belakang

    Etiket pergaulan adalah ketentuan sopan santun yang dipakai oleh manusia untuk saling bergaul. Etiket ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tata susila dan adat istiadat. Ketentuan sopan santun ini meliputi berbagai segi dan bidang kehidupan kita se-hari-hari dan kadang kadang suatu hal yang diangggap sopan disuatu daerah ternyata sanga tidak sopan didaerah lain, tidak terkecuali etiket makan (Table Manner) 

     

    Istilah Table Manner atau etiket makan, selama ini identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan. Etiket makan adalah alat bantu komunikasi, paham etiket di meja makan mempermudah kita dalam pergaulan. Dalam acara jamuan makan, tata cara makan atau Table Manner merupakan hal utama yang penting diperhatikan. Tata cara makan menunjukkan siapakah diri kita sebenarnya.

    Hal-hal paling utama yang harus diperhatikan dalam hal tata krama Table Manner adalah: (1) Datanglah tepat waktu, (2) Catat aturan busana (biasanya tertulis dibawah kiri undangan), (3) Jenis dan sifat Kegiatan yang akan dihadiri:acara resmi, tidak resmi atau acara santai, (4) Waktu Penyelenggaraan (Nurul,2001).

                Untuk memberi bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang hal itu, peneliti melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang berbasis kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata  siswa dan mendorong  siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan implementasinya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi  siswa.

     

                Proses pembelajaran kontekstual berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan  siswa bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke  siswa. Dalam konteks pembelajaran ini  siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidup mereka nanti. Dengan begitu mereka akan memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak dikemudian hari. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi diri mereka dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai fasilitator dan motifator.

     

    Pembelajaran tersebut diatas berangkat dari pemahaman siswa kelas IX A yang kurang terhadap Table Manner. Untuk itu peneliti melakukan penelitian tindakan kelas, yang biasa disebut classroom action research dengan judul “ Implementasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Untuk Meningkatkan Pemahaman Table Manner Pada Siswa Kelas IX A Di SMP Negei 1 Giligenting Kabupaten Sumenep” hal ini penulis anggap penting untuk diangkat dan diteliti demi untuk mencari solusi yang terbaik dalam peningkatan prestasi siswa khususnya tentang table manner.

     

    B. Rumusan Masalah

    Berangkat dari fakta dan pemikiran diatas maka peneliti membuat rumusan masalah yang dapat digunakan sebagai acuan dan arahan dalam melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) ini, rumusan masalahnya adalah : Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah :

    Untuk mengetahui sejauhmana implementasi pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.

     

    D. Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ada diatas maka Pembelajaran Tata Boga dengan pokok bahasan table manner apabila dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual diduga akan meningkatkan pemahaman Table Manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.

     

     

    E. Manfaat Penelitian

               

    1.      Bagi  siswa : Dapat meningkatkan pemahaman table manner, berani mengemukakan pendapat, menjawab, kritis, serta dapat menumbuhkan kemauan belajar yang tinggi

    2.      Bagi guru : Dapat menumbuhkan profesionalisme mengajar, serta dapat meningkatkan kemampuan menuyusun strategi dan metode pembelajaran

    3. Bagi Guru Lain : Dapat memberi dorongan bagi gurui lain untuk melaksanakan penelitian sejenis

     

      

    BAB II

    LANDASAN TEORI

     

    A.     Pengertian Table Manner

    Istilah table manner alias etiket makan, selama ini identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan.

    Makan, adalah alat bantu komunikasi. Paham etiket di meja makan mempermudah kita dalam pergaulan. Dalam acara jamuan makan, tata cara makan atau Table Manner merupakan hal utama yang penting diperhatikan. Tata cara makan menunjukkan siapakah diri kita sebenarnya.

    1. Jenis-jenis jamuan makan internasional

          Dalam jamuan makan internasional dikenal enam jenis istilah makan.
    Yakni coffee morning, brunch, lunch, teatime, cocktail, dan terakhir dinner
    a.   Cofee morning diadakan pada pagi hari, pukul 10.00-12.00.

    b.   Brunch alias breakfast lunch, diadakan antara waktu makan pagi hingga siang, biasanya di atas jam sembilan, makanan disajikan prasmanan.

    c.  Lunch diadakan mulai pukul 11.30-17.00.

    d.   Sedangkan cocktail merupakan jamuan berdiri, yang diadakan sebelum makan malam. Yakni, antara pukul 18.00-19.00. 

    d.   Dinner. Yakni jamuan makan yang diadakan pada pukul 19.00.

    2. Etiket Makan

    a.  Memberi konfirmasi / jawaban undangan

    b.  Datang tepat waktu

    c.  Tidak membawa teman / anak kecil untuk acara resmi

    d.  Berpakaian rapi, bersih dan sesuai dengan jenis acara

    e.  Duduk pada tempat yang telah disiapkan

    f.  Bukalah serbet makan dan letakkan diatas pangkuan

    g. Makanlah setelah semua tamu sudah mendapat hidangan

    h.  Letakkan tangan sebatas pergelangan tangan diatas meja

    i.  Tangan yang tidak digunakan diletakkan diatas pangkuan

    j.  Duduk dengan tegak (tidak membungkuk)

    k.  Gunakan alat makan sesuai dengan fungsinya

    l.  Bila tidak mengerti tanyakan pada pelayan / teman

    m.  Gunakan alat makan yang letaknya bagian luar lebih dahulu

    n. Bawalah makanan dari piring ke mulut Artinya, Anda tidak dibenarkan    untuk membungkukkan badan. Kunyah makanan dengan tenang, tidak berbunyi atau mengecap.

    o.  Menelan makanan / minuman dengan tenang (jangan berbunyi)

    p.  Tidak berbicara bila masih ada makanan dalam mulut

    q. Letakkan sendok, garpu dan pisau pada posisi jam empat untuk menyatakan selesai makan

    r.  Lipatlah serbet seadanya dan letakkan pada bagian kiri

    s. Keluarlah dari sisi sebelah kanan kursi dan dahulukan orangtua / wanita pada saat meninggalkan tempat

    t. Doronglah kursinya kembali, masukkan kebawah meja baru meninggalkan tempat

    3. Tata Cara Makan

    a.   Roti dimakan dengan cara disobek, setelahnya baru dioles mentega.
    Ambillah (suaplah) hidangan sedikit, karena anda akan bercakap selama jamuan makan

    b.   Katupkan mulut sewaktu makan

    c. Telanlah makanan yang ada di mulut sebelum anda menjawab pertanyaan atau memberi komentar

    d.   Anda boleh meminta makanan yang jauh kepada kawan anda

    e.   Jangan memberikan pertanyaan kepada kawan yang baru saja menyuap, juga kepada yang sedang mengedarkan makanan

    f.    Jangan berkumur-kumur

    g.   Perhatikan letak siku pada saat makan

    h.   Tidak menggunakan jari untuk melepas makanan dari garpu

    i.    Jangan menumpuk piring

    j.    Tidak menggunakan tusuk gigi didepan tamu

     

     4. Tata Cara Makan jamuan Prasmanan (Buffet)

    a. Kendati buffet, hidangan tetap menuruti “hukum jamuan makan”, yakni berurutan dari pembangkit selera, sup, hidangan utama, hingga hidangan penutup.

    b. Mengambil hidangan step by step, sambil menjauhi meja prasmanan, karena ini memang standing party

    c. Menikmati hidangan sambil berdiri, atau duduk di meja sekalipun, disarankan jangan mengambil makanan berlebihan. Karena suasana informal, disarankan mendatangi meja prasmanan berulang kali ketimbang menumpuk makanan di piring

    d. Jangan mencampur segala hidangan, semisal appetizer, dessert, dan hidangan utama ke dalam satu piring.

    e. Batasi nafsu makan Anda. Jangan berpikiran ingin menyantap semuanya, meskipun makanan yang disajikan amat memancing selera. betapapun anda harus dapat menjaga image.

     

    B. Pembelajaran Kontekstual

    Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata  siswa dan  mendorong  siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga  dan masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada  kecenderungan belajar sebagai berikut:

    1. Proses Belajar

    a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal,  siswa mengkonstruksikan atau menyusun pengetahuan di benaknya sendiri.

    b. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

    c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang  suatu persoalan (subject matter)

    d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.

    e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi suatu  yang baru

    f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide

    h. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.

    2. Transfer Belajar

    a.  Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari ‘pemberian orang lain’

    b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sedikit.

    c. Penting bagi  siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan bagaimana’ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

    3.  Siswa Sebagai Pembelajar

    a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar  dengan cepat hal-hal baru.

    b. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

    c. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara ‘yang baru’ dan yang sudah diketahui.

    d. Tugas guru memfasilitasi: agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada  siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan  siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

    4. Pentingnya Lingkungan Belajar

    a.  Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada  siswa. Dari “guru akting di depan kelas,  siswa menonton” ke “ siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan”.

    b.  Pengajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

    c. Umpan balik amat penting bagi  siswa, yang berasal dari proses  penilaian (assessment) yang benar.

    d. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

    5. Lima Elemen Penting Dalam CTL

    Ada lima elemen penting yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual. 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara  mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan  detailnya 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing (berbagi) dengan orang lain agar mendapat tanggapan/validasi dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan 4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying  knowledge) 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi  pengembangan pengetahuan tersebut

     

    C. Tingkatan Pemahaman Siswa

     

    Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001) Tingkatan pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.

    Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. “Intuitive understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the problem.” Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.

    Selanjutnya Buxton (1978) dalam Wahyudi (2001) juga menanggapi pendapat Skemp tersebut dan mengembangkan dua tingkatan pemahaman dari Skemp menjadi empat tingkatan pemahaman. Tingkatan pertama disebut pemahaman meniru (rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa. Tingkatan pemahaman kedua disebut pemahaman observasi (observational understanding). Pada tingkatan ini siswa menjadi lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola (pattern) atau kecenderungan. Tingkatan pemahaman ketiga yang disebutnya sebagai tingkatan pemahaman pencerahan (insightful understanding). Tingkatan keempat adalah tingkatan pemahaman relasional, pada tingkatan pemahaman ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.

     

     

     

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

     

    A. Rancangan Penelitian

    1. Perencanaan Tindakan

    Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang table manner di kelas IX A. Pada perencanaan tindakan ini, peneliti melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :.

    a.  Menentukan kelas subjek penelitian.

          b. Mendiskusikan teknik/metode dan pendekatan pembelajaran yang akan  digunakan.

       c. Mengidentifikasi faktor hambatan dan kesulitan yang ditemui guru dalam pembelajaran Tata Boga.

    d. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran Tata Boga untuk meningkatkan pemahaman table manner

    e.   Menentukan fokus observasi dan aspek yang diamati.

    f.   Menetapkan jenis data dan cara mengumpulkannya.

    g.   Menetapkan cara pelaksanaan refleksi.

    h.   Menetapkan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan masalah.

     

    2.  Perencanaan Pelaksanaan

    Pelaksaan tindakan dalam penelitian melalui proses pembelajaran yang terbagi 4 (empat) siklus penelitian

    a. Siklus Pertama

     

    Pelaksanaan pembelajaran mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dengan pokok bahasan : Jenis-Jenis Jamuan Makan Internasional (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Observasi dalam siklus ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung yang. Hasil pengamatan dari 2 pertemuan kemudian dianalisis dan dipelajari sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan pada siklus kedua.

    b. Siklus kedua

     

    Proses pembelajaran tetap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dengan pokok bahasan : Etiket Makan (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Dalam siklus kedua tetap dilakukan observasi dan hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan siklus ke tiga.

    c. Siklus ketiga

     

    Proses pembelajaran tetap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual  dan tetap mengacu pada hasil dari siklus II dengan pokok bahasan : Tata Cara Makan (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Dalam siklus ketiga peneliti tetap melakuan observasi sendiri. Hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan siklus ke empat.

    d. Siklus keempat

     

    Dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus III selama 2 x pertemuan. Metode yang digunakan tetap difokuskan pada pembelajaran kontekstual dengan pokok bahasan : Tata Cara Makan jamuan Prasmanan (dilaksanakan 2 kali tatap muka).. Hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.

    3. Pengamatan dan Refleksi

    Peneliti yang juga sebagai observer menganalisis hasil pengamatan tindakan yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang dibahas adalah:

    a. Analisis tentang tindakan.

    b. Mengulas dan menjelaskan rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah  dilaksanakan.

    c. Melakukan intervensi, pemaknaan, dan penyimpulan data yang telah  diperoleh.

     

    B. Seting Dan Karakteristik Subjek Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di kelas IX A SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep semester 1 tahun pelajaran 2007/2008 pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2007. Jumlah siswa 38 terdiri atas 23 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Sedangkan karakteristik siswa di kelas tersebut memiliki karakteristik yang sama seperti kelas-kelas yang lain, artinya tingkat kemampuan prestasi belajar hampir sama dengan kemampuan prestasi kelas lainnya. Demikian pula keadaan sosial ekonominya.

    C. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data disesuaikan dengan data yang ingin diperoleh. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan subjek penelitian dalam pembelajaran, dilaksanakan tes formatif yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk skor. Kemudian ditindak lanjuti dengan wawancara untuk memperoleh informasi lengkap tentang skor yang diperoleh. Lebih rincinya peneliti menggunakan insrumen sebagai berikut :

    1.      Lembar Pengamatan

    Instrumen ini dirancang oleh peneliti, untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran.

    2.      Pedoman Wawancara

    Instrumen ini disusun sendiri oleh peneliti, dengan pertanyaan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan.

    3.      Tes Hasil Belajar

    Instrumen ini disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada kurikulum dan buku paket Tata Boga.

     

    D. Metode Analisis Data

    Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data; dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan.

    Data yang berupa kata-kata/kalimat dari catatan lapangan dan hasil wawancara diolah menjadi kalimat-kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu pada model analisis dari Miles dan Huberman (1992) dalam Nurmawati dkk (2000) yang dilakukan dalam 3 komponen berurutan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.C;/SPAN>

    Dalam penelitian ini reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian singkat, dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus (tindakan). Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan penggolongan data. Data yang terkumpul disajikan secara sistematis dan perlu diberi makna.

    Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Triangulasi dalam penelitian ini meliputi: (1) triangulasi dengan sumber, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; (2) triangulasi dengan metode, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang informasi dari pengamatan, wawancara, dan tes akhir tindakan dengan metode yang digunakan dalam tindakan; dan (3) triangulasi dengan teori, dilakukan untuk membandingkan data hasil tindakan, pengamatan, dan wawancara dengan teori yang terkait.

     

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

     

    A. Deskripsi Data Siklus I (Tindakan I)

    1. Perencanaan Tindakan I

    Pada tahap ini peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan I tentang jenis-jenis jamuan internasional yang dilengkapi dengan alat tes formatif tindakan I. Sesuai rencana tindakan I akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.

    2.      Pelaksanaan Tindakan I

    Pembelajaran tindakan I dilaksanakan dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual yang disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir siswa SMP N 1 Giligenting. Peneliti bertindak sebagai guru dan sebagai pengamat dibantu guru BK.

    1. Pertemuan ke-1 (Tindakan I-1)

    Pada tindakan I-1 ini dijelaskan agar siswa membangun pengetahuan tentang jenis jamuan internasional, yang diawali dengan membangkitkan memori pengalaman belajar siswa yang ditemui di masyarakat. Dengan terbangunnya pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa, maka siswa akan lebih mudah mengikuti proses belajar mengajar.

    Pada tahap selanjutnya, setelah siswa benar-benar paham dengan jenis jamuan yang ada dimasyarakat pada tahap berikutnya guru memberikan gambaran secara umum jenis-jenis jamuan internasional

    1. Pertemuan ke-2 (Tindakan I-2)

    Pada tindakan ini, melalui media gambar jenis jenis jamuan internasional, siswa diarahkan pada kegiatan untuk mengamati dan memahami jenis-jenis jamuan internasional yaitu dimulai dari jenis jamuan, jam pelaksanaan jamuan dan pengertian jamuan. 

    Selanjutnya, siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan teman sebangku mengenai hasil pengamatan dari gambar-gambar yang diberikan guru dan akhirnya mengerjakan tes formatif tindakan I.

    3.      Hasil Tindakan I
    Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga sebagai observer diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

    1. Pengamatan terhadap aktivitas subjek penelitian (siswa)

    Pada awal pembelajaran I-1, siswa terlihat bingung, karena belum terbiasa. model pembelajaran yang digunakan oleh guru sehingga pembelajaran agak terganggu. Selain itu, antusiasme dan motivasi dari siswa belum nampak, bahkan siswa masih sangat tergantung pada instruksi guru.

    Selanjutnya, pada pembelajaran tindakan I-2 siswa mulai terlihat antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Siswa Eki, Herman, dan,  Syakir lebih cepat memahami materi baik melalui penjelasan guru maupun pengamatan terhadap gambar, dibanding siswa Rohaniyah, dan Romlah yang banyak memerlukan bimbingan dari peneliti.Lebih rinci hasil pengamatan pada siklus I ada pada tabel 4.1 dibawah ini

     

    Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa

    No

    Indikator

    Hasil Observasi

    Baik

    Cukup

    Kurang

    1.

    Keseriusan

    Ö

     

    2.

    Inisiatif bertanya

    Ö

    3.

    Partisipasi dalam pembelajaran

    Ö

    4.

    Kemampuan memahami pemodelan

    Ö

    5.

    Kemampuan berdiskusi

    Ö

     

    b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)

    Hasil tes pemahaman (formatif 1) yang dicapai oleh lima subjek penelitian mencapai tingkat keberhasilan optimal dengan nilai tes formatif 90 – 100, siswa Sindi yang sedikit terlihat lambat ternyata dapat mencapai tingkat keberhasilan maksimal (100%). Selanjutnya diadakan wawancara untuk memantapkan hasil yang dicapai siswa, yang hasilnya semua jawaban yang diberikan, konsisten dengan hasil yang dicapai. Hasil tes formatif selengkapnya ada pada tabel 4.2

    4.      Refleksi
    Pembelajaran pada tindakan I yang difokuskan pada pemahaman siswa tentang jenis-jenis jamuan internasional dimana pembelajarannya mengimplementasikan pembelajaran kontekstual belum dapat terlaksana secara optimal, karena siswa masih sangat tergantung pada instruksi guru (peneliti). Namun demikian, hasil tes formatif I ternyata mencapai standar yang ditetapkan. secara klasikal target telah terpenuhi karena hanya satu siswa yang mendapatkan nilai dibawah ketuntasan belajar atau 2,6%. Selanjutnya dengan hasil wawancara diperoleh jawaban yang konsisten. Untuk subjek penelitian yang masih melakukan kesalahan diberikan bimbingan langsung saat wawancara, dan hasilnya efektif dapat membetulkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa.

    Berdasarkan hasil tersebut ditetapkan bahwa tujuan pembelajaran tindakan I telah tercapai. Oleh karena itu tidak diperlukan mengulang tindakan, artinya dapat dilanjutkan ke tindakan II.

    B. Deskripsi Data Siklus II (Tindakan II)

    1. Perencanaan Tindakan II

    Pada tahap ini peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan II yang dilengkapi dengan skenario pembelajaran (terlampir)pokok bahasan etiket makan, peneliti juga membuat alat tes formatif tindakan II. Sesuai rencana tindakan II akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.

    1. Pelaksanaan Tindakan II

    Pembelajaran tindakan II merupakan kelanjutan dari tindakan I, dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan peneliti sebagai guru dan sebagai observer.

    a.       Pertemuan ke-1 (tindakan II-1)

    Pada tindakan II difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan pemahamannya tentang etiket makan. Selanjutnya, guru membagi siswa dalam 7 (tujuh) kelompok. Setiap kelompok menata meja sedemikian rupa sehingga terbentuklah meja makan untuk setiap kelompok yang dilengkapi dengan alat-alat makan.

    Tahap pembelajaran selanjutnya guru memberikan contoh (pemodelan) etiket makan, siswa memperhatikan sambil menirukan apa yang diperagakan guru. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pemodelan merupakan salah satu komponen utama pendekatan kontekstual

    b.      Pertemuan ke-2 (tindakan II-2)

    Pada tindakan II-2 tetap difokuskan agar siswa dapat memahami etiket makan: yang selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam bergaul. Tindakan II-2 siswa tetap membentuk kelompok seperti pertemuan sebelumnya (tindakan II-2) untuk berdiskusi dan membuat kesimpulan, yang diteruskan membacakan hasil kesimpulannya.

    Selanjutnya guru menggaris bawahi kesimpulan yang dibacakan oleh setiap kelompok. Sebelum berakhirnya pembelajaran diadakan tes formatif II untuk mengetahui sejauhmana proses pembelajaran dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa pada table manner ini dapat tercapai.

    3.      Hasil Tindakan II

    a.       Pengamatan terhadap aktivitas subjek penelitian (siswa) 

    Pada tindakan II-1 dan II-2, subjek penelitian sudah menampakan keseriusan

    dan motivasi yang tinggi. Hal ini nampak dari keberanian siswa untuk bertanya dan

    mengemukkan pendapatnya. Siswa Rohaniyah, dan Romlah sudah menunjukkan

    kemampuan yang mendekati Siswa Eki, Herman, dan,  Syakir. Hasil keseluruhan

    pengamatan aktivitas siswa ada pada tabel 4.3

    Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa

    No

    Indikator

    Hasil Observasi

    Baik

    Cukup

    Kurang

    1.

    Keseriusan

    Ö

     

    2.

    Inisiatif bertanya

    Ö

    3.

    Partisipasi dalam pembelajaran

    Ö

    4.

    Kemampuan memahami pemodelan

    Ö

    5.

    Kemampuan berdiskusi

    Ö

     

     

    b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)

    Hasil tes pemahaman (formatif 2) yang dicapai pada penelitian ini sudah mendekati optimal, yaitu untuk 16 siswa mendapatkan nilai formatif antara 90 sampai dengan 100 . Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa Siswa Rohaniyah, dan Romlah sudah dapat menyesuaikan diri pada dua tindakan walau belum mencapai nilai optimal. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan beberapa siswa untuk mengetahui konsistensi jawaban siswa, dari wawancara itu diperoleh jawaban yang konsisten. Selengkapnya nilai tes formatif 2 ada pada tabel 4.4 dan dilengkapi dengan histogram

    1. Refleksi Tindakan II

    Implementasi pembelajaran yang yang berbasis kontekstual pada tindakan II ini sudah lebih baik dibanding tindakan I, tetapi belum optimal. pemodelan yang dilakukan oleh guru. pada pembelajaran tindakan II ini, sudah baik dan tujuan pembelajaran sudah tercapai, sehingga dapat dilanjutkan pada siklus III

    C. Deskripsi Data Siklus III

    1.      Perencanaan Tindakan III

    Peneliti  menyiapkan  rancangan  pembelajaran  tindakan III tentang tata cara

    makan, dilengkapi dengan skenario pembelajaran siklus III dan tes formatif tindakan III.

    2.      Pelaksanaan Tindakan III

    a.       Pertemuan ke-1 (Tindakan III-1)

    Sebagai kelanjutan dari dua tindakan sebelumnya, tindakan III-1 ini difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan pemahamannya pada tata cara makan dengan menghubungkan pengalaman sehari-hari tentang tata cara makan siswa dirumah. siswa masih berada dalam kelompoknya. Alat peraga difokuskan pada alat-alat menghidangkan makanan dan guru melakukan pemodelan.

    b.      Pertemuan ke-2 (Tindakan III-2)

    Pada tindakan III-2 ini siswa melukan diskusi kelompok kemudian setiap kelompok membacakan kesimpulannya dan guru memantapkan kesimpulan kelompok. Selanjutnya diadakan tes formatif  III 

    3.      Hasil Tindakan III

    a.       Pengamatan terhadap subjek penelitian (siswa)

    Pada tidakan III-1 dan III-2 ini, seluruh subjek penelitian terlihat sudah terbiasa dengan situasi pembelajaran yang diterapkan peneliti; sehingga siswa hafal urutan yang harus dilakukan. Suasana pembelajaran semakin menarik Selengkapnya hasil pengamatan aktivitas siswa yang dilakukan peneliti sebagai observer tampak pada tabel 4.5

    Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa

    No

    Indikator

    Hasil Observasi

    Baik

    Cukup

    Kurang

    1.

    Keseriusan

    Ö

     

    2.

    Inisiatif bertanya

    Ö

    3.

    Partisipasi dalam pembelajaran

    Ö

    4.

    Kemampuan memahami pemodelan

    Ö

    5.

    Kemampuan berdiskusi

    Ö

    b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)

    Hasil tes pemahaman (formatif 3) yang dicapai sangat memuaskan nilai maksimal atau 100 diraih 4 siswa (Sindi, Syakir, Herman dan Istihara) dan yang mendapatkan nilai antara 90 sampai dengan 95 meningkat menjadi 18 siswa. Selanjutnya hasil wawancara juga menunjukkan jawaban yang konsisten. Nilai formatif selengkapnya ada pada tabel 4.6

    4.      Refleksi Tindakan III

    Implementasi pembelajaran berbasis kontekstual ternyata menunjukkan peningkatan dari tiap-tiap siklus. Pada tindakan III siswa nampak sudah paham dengan yang harus dikerjakan. Bahkan hasil tes formatif menunjukkan tidak ada satupun siswa yang nilainya dibawah 65. Maka dengan demikian dapat dilanjutkan pada siklus IV

    D. Deskripsi Data Siklus IV

    1.      Perencanaan Tindakan IV

    Peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan IV tentang tatacara makan jamuan prasmanan (Buffet) dilengkapi dengan skenario pembelajaran siklus IV dan tes formatif untuk mengetahui pemahaman siswa pada tindakan IV.

    <SPAN style=”mso-list: Ignore”>2.   Pelaksanaan Tindakan III

    a.       Pertemuan ke-1 (Tindakan IV-1)

    Sebagai kelanjutan dari tiga tindakan sebelumnya, tindakan IV-1 ini dititikberatkan pada penguasaan dan peningkatan pemahaman siswa pada tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet). Dengan mengingatkan kembali tata cara jamuan makan pada pengalaman sehari-hari siswa dimasyarakat.. Selanjutnya kelas dibentuk seperti tempat pesta dan semua siswa bekerja bergotong royong sesuai dengan arahan guru, dimulai dari menata meja, menata peralatan penghidang, dan menghias seperlunya.

    Setelah semua tertata rapi, satu persatu siswa memperagakan tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet) bergiliran setelah peneliti memperagakan lebih dulu. Untuk menambah suasana tata cara jamuan parasmanan didalam kelas seperti suasana jamuan prasmanan betulan (asli) peneliti memutar musik pop.

     

    b. Pertemuan ke-2 (Tindakan IV-2)

    Pada tindakan IV-2 ini siswa melukan diskusi dengan teman sebangku kemudian membuat catatan kecil atau rangkuman tentang hal-hal yang berkaitan dengan tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet). Selanjutnya diadakan tes formatif  4 

    3.      Hasil Tindakan IV

    a.       Pengamatan terhadap subjek penelitian (siswa)

    Pada tidakan IV-1 dan IV-2 ini, seluruh subjek penelitian terlihat sudah terbiasa dengan situasi pembelajaran yang diterapkan peneliti. Suasana kelas semakin hidup dan pembelajaran semakin menarik dalam melaksanakan kegiatan tindakan IV-1 siswa terlihat sangat menikmati tahap demi tahap pembelajaran. Selengkapnya hasil pengamatan aktivitas siswa tampak pada tabel 4.7

    Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa

    No

    Indikator

    Hasil Observasi

    Baik

    Cukup

    Kurang

    1.

    Keseriusan

    Ö

     

    2.

    Inisiatif bertanya

    Ö

    3.

    Partisipasi dalam pembelajaran

    Ö

    4.

    Kemampuan memahami pemodelan

    Ö

    5.

    Kemampuan berdiskusi

    Ö

     

    b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)

    Hasil tes pemahaman (formatif 4) yang dicapai sangat memuaskan nilai maksimal atau 100 diraih 8 siswa dan yang mendapatkan nilai antara 90 sampai dengan 95 meningkat menjadi 20 siswa. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada sebagian siswa ternyata menunjukkan jawaban yang konsisten. Nilai formatif selengkapnya ada pada tabel 4.8

    E. Pembahasan Hasil Penelitian

    1. Pembahasan Hasil Tindakan I

    Berdasarkan data tabel aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan keseriusan siswa baik, hanya saja kemampuan siswa berdiskusi masih kurang selebihnya tiga indikator keberhasilan yang lain yaitu inisiatif bertanya, partisipasi dalam pembelajaran, dan kemampuan memahami pemodelan dari hasil pengamatan peneliti sebagai observer rata-rata cukup. Sementara dari hasil tes formatif 1, yang tergambarkan dalam distribusi frekuensi dengan menggunakan SPSS 13.0 menunjukkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai 60 = 1 siswa (2,6%), 65 = 5 siswa (13,2%), 70 = 5 siswa (13,2%), 75 = 11 siswa (28,9%), 80 = 9 siswa (23,7%), 85 = 2 siswa (5,3%), 90 = 2 siswa (5,3%), 95 = 1 siswa, dan yang mendapatkan nilai sempurna = 2 siswa (5,3%). Maka dengan mengacu dari data yang ada siswa yang mendapatkan nilai kurang hanya 1 siswa (2,6%) Sementara itu dari wawancara yang dilakukan setelah pelaksanaan formatif ternyata sangat efektif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa.. Bila dilihat secara keseluruhan pelaksanaan tindakan I nilai rata-rata kelas 76,97 dan 97,4 % tidak ada nilai kurang maka dapat dikatakan secara klasikal sangat baik .

    2. Pembahasan Hasil Tindakan II

    Dari data tabel 4.3 yang ada diatas, hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan hasil tindakan I, dimana inisiatif bertanya sudah menunjukkan peningkatan dari yang sebelumnya cukup menjadi baik dan kemampuan siswa memahami pemodelan juga sudah baik, hanya saja kemampuan siswa berdiskusi masih sebatas cukup walau terdapat peningkatan dibandingkan sebelumnya yang terlihat kurang. dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih tetap cukup. Sementara dari hasil tes formatif 2, untuk mengetahui pemahaman siswa tentang etiket makan yang tampak pada distribusi frekuensi dengan menggunakan SPSS 13.0 menunjukkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai 60 = 2 siswa (5,3%), 65 = 3 siswa (7,9%), 70 = 6 siswa (15,8%), 75 = 2 siswa (5,3%), 80 = 5 siswa (13,2%), 85 = 4 siswa (10,5%), 90 = 7 siswa (18,4%), 95 = 8 siswa (21,1%), dan yang mendapatkan nilai 100 atau sempurna = 1 siswa (2,6%). Dengan mengacu dari data yang ada walau siswa yang mendapatkan nilai kurang terdapat 2 siswa (5,3%) dan 1 siswa saja yang mendapatkan nilai 100 bukan berarti terjadi penurunan hasil belajar karena secara klasikal nilai rata-rata mengalami peningkatan secara signifikan dari 76,97 pada tindakan I menjadi 81,97 pada tindakan II maka terjadi peningkatan sebesar 3,00. oleh karena pelaksanaan tindakan II 94,7 % tidak ada nilai kurang maka dapat dikatakan secara klasikal pembelajaran tata boga denagan pokok bahasan table manner pada kelas IX tuntas.

    3. Pembahasan Hasil Tindakan III

    Berdasarkan data tabel aktivitas siswa pada tindakan III menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tindakan I dan tindakan II peningkatan ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan peneliti sebagai observer dari lima indikator semua menunjukkan baik kecuali kemampuan berdiskusi yang masih tetap pada posisi cukup. Sementara itu dari hasil tes formatif 3, yang termuat dalam distribusi frekuensi juga menunjukkan peningkatan yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan jumlah siswa yang mendapatkan nilai kurang atau 60 sudah tidak ada (0%), yang mendapatkan nilai 65 juga tidak ada (0%) kemudian yang mendapat nilai 70 = 3 siswa (7,9%), 75 = 4 siswa (10,5%), 80 = 5 siswa (13,2%), 85 = 4 siswa (10,5%), 90 = 10 siswa (26,3%), 95 = 8 siswa (21,1%), dan yang mendapatkan nilai sempurna atau 100 = 4 siswa (10,5%). Bila dibandingkan dengan rata-rata kelas hasil tes formatif 1 maka rata-rata kelas hasil tes formatif 3 terjadi peningkatan sebesar 87,11 – 76,97 = 10,14 dan bila dibandingkan dengan rata-rata kelas hasil tes formatif II maka terjadi peningkatan sebesar 87,11 – 81,97 = 5,14  peningkatan ini diluar dugaan peneliti karena hasil tes formatif 1 dibandingkan dengan formatif 2 rata-rata peningkatannya hanya 3,00. Maka dapat dikatakan siswa mulai meraskan manfaat pembelajaran berbasis kontekstual.

     4. Pembahasan Hasil Tindakan 4

    Berdasarkan data tabel 4.7 tentang aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan peningkatan yang optimal seluruh indikator keberhasilan menunjukkan hasil baik, bila dibandingkan dengan tindakan I, II dan III maka tindakan IV boleh dikatakan sempurna dengan demikian seluruh siswa dapat mengikuti seluruh tahapan pembelajaran yang diterapkan peneliti. Keberhasilan ini merupakan keberhasilan seluruh individu yang terlibat dalam penelitian. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah dari hasil tes formatif 4 siswa yang mendapatkan nilai sempurna atau 100 menjadi 8 siswa (21,1%), 95 = 7 siswa (18,4%), 90 = 13 siswa (34,2%), 85 = 3 siswa (7,9%) 80 = 5 siswa (13,2%) dan yang mendapatkan nilai 75 = 2 siswa. Secara keseluruhan hasil tes formatif 4 mengalami kenaikan  bila dibandingkan dengan tindakan I mengalami kenaikan sebesar 90,53 – 76,97 = 13,56, dengan tindakan II 90,53 – 81,97 = 8,56, dengan tindakan III 90,53- 87,11 = 3,42. Berangkat dari hasil-hasil yang dicapai oleh siswa, maka dapat dikatakan implementasi pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemehaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep  

     

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

     

    A. Simpulan

                Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah terpaparkan pada Bab IV diperoleh kesimpulan : Dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep. Hal ini ditunjukkan dengan hasil dari tindakan I sampai dengan tindakan IV ada peningkatan sebagai berikut:

    1.      Aktivitas siswa, observasi 1 = 1 baik, 3 cukup, 1 kurang, observasi 2 = 3 baik, 2 cukup. observasi 3 = 4 baik, 1 cukup. observasi 4 = 5 baik

    2.      Tes pemahaman, formatif 1 rata-rata kelas = 76,97, formatif 2 rata-rata kelas = 81,97, formatif 3 rata-rata kelas = 87,11, dan formatif 4 rata-rata kelas = 90,53

    B. Saran-Saran

    Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut :

           1. Bagi Siswa

    a. Suatu keberhasilan dalam bentukan prestasi belajar tidak bergantung pada orang lain tetapi lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri. untuk itu siswa harus terlibat secara penuh baik secara fisik maupun mental dalam proses belajar mengajar, hal ini akan mempermudah tercapainya tujuan belajar.

    b. Keterlibatan secara aktif didalam proses pembelajaran perlu dilakukan siswa karena paradigma yang berkembang saat ini adalah kontrol belajar sepenuhnya ada pada diri siswa.

    2. Bagi Guru

    a. Penguasaan model pembelajaran yang inovatif memungkinkan berkembangnya potensi siswa..

    b. Guru harus mampu menjadi motivator sekaligus menjadi fasilitator bagi siswanya. Hal ini akan merangsang identifikasi pada diri siswa yang sekaligus dapat menemukan jati diri siswa yang pada akhirnya dapat mempercepat pemehaman dalam belajar.

    3. Bagi Sekolah

    a. Memberikan kebebasan kepada staf pengajarnya untuk mengembangkan kemapuan yang dimilkinya.

    b. Memberikan dorongan secara terus menerus kepada guru dan siswa guna tercapainya visi dan misi yang dikembengkan oleh sekolah.

    Sederhana Itu Bijak

    April 3, 2008

    Simplex veri sigillum“, demikian bunyi pepatah dalam bahasa Latin. Sederhana itu bijak. Sederhana bukan berarti kurang. Sederhana berarti tidak berlebihan. Kekurangan dan berlebihan selalu mendatangkan masalah.

    Hello world!

    April 3, 2008

    Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!