Quasi Eksperimen
November 29, 2008Desain Ruang Kota dan Kehidupan Sosial
Oktober 28, 2008
(Urban Space Design and Social Life)
Suzanne H. Crowhurt Lennard dan Henry L. Lennard
Arsitektur dan perancangan ruang kota menggunakan ‘bahasa desain’ non verbal untuk menciptakan hubungan-hubungan kalimat dan untuk membuat pernyataan yang bernilai. Lalu diidentifikasikan sehingga sebuah desain tersebut dapat sesuai dengan keadaan masyarakat dan pengguna. Hubungan-hubungan yang saling terkait tersebut adalah :
-
Hubungan antara perancangan ruang kota dan bentuk kehidupan sosial masyarakat,
-
Hubungan antara fungsi bangunan dan kehadiran orang-orang di jalanan dan lapangan,
-
Hubungan antara kualitas estetika arsitektur dan ketertarikan penghuni kota di lingkungannya,
-
Hubungan antara bentuk ruang publik kota dan kesejahteraan sosial dan emosi penghuni kota.
Dalam kata lain perancangan kota hendaknya memberikan rasa kenyamanan dan kesejahteraan serta terbuka sehingga masyarakat dapat bebas melakukan komunikasi secara langsung. Donald appleyard menyebut hal ini sebagai “peduli lingkungan”.
Prinsip-Prinsip Sosial dan Prinsip-Prinsip Desain
Fungsi-fungsi sosial pendukung dan pengalaman sosial yg dapat diwujudkan dapat menjadi elemen-elemen arsitektural yang menjadi pemberi kontribusi pada sebuah perancangan kota antara lain:
-
Menyediakan keamanan dan akses yang mudah bagi semua anggota masyarakat
Memerhatikan seluruh anggota masyarakat terutama anak-anak, orang jompo, dan penyandang cacat dalam berlalu lintas, yaitu dengan membuat jaringan jalan pedestrian yang dapat diakses pada ruang kota.
-
Memfasilitasi fungsi rutin dan tetap penghuni lokal
Ruang kota dapat memajukan kehidupan publik yang terpusat di masyarakat, akses yang mudah untuk semuanya, dan berisi bangunan dengan bermacam-macam fungsi, misalnya komersial, budaya dan hunian. Ruang kota yang memiliki pelayanan terbaik sebagai pusat dari kehidupan komunitas merefleksikan banyak karakteristik yang sama dalam skala yang lebih kecil. Ruang-ruang kota multifungsi yang mengakomodasikan banyak pemakaian dan aktifitas-aktifitas yang ada di wilayah kota da melayani integrasi sosial masysrakat serta menghasilkan anggota-anggota dalam komunitas mayarakat.
-
Membuat masyarakat merasa berarti dan mendukung prestise mereka
Sasaran utama adalah untuk membuat dimensi yang layak untuk kebutuhan sosial, sebuah setting yang bernafas, sangat manusiawi dan suatu skala kemanusiaan. Ukuran optimal dari ruang kota terhubung pada kehidupan sosial yang berlangsung di sana. Ruang seharusnya mengakomodasikan kesibukan tetap yang terjadi sehari-hari atau mingguan. Skala arsitektural dan proporsi desain fasade dari sekitar bangunan-bangunan, ketinggian keseluruhannya, dimensi vertikal dan horisontal, harus diskalakan pada proporsi dan pemakaian manusia. Lantai 5 dan lantai 6 merupakan batas dari suatu bangunan yang menggunakan skala manusia. Karakter fasade-fasade yang mengelilingi suatu ruang publik itu menimbulkan pengaruh atas atmosfer di daerah publik, membuat masyarakat merasa tidak disambut atau tidak diharapkan.
-
Memperkuat rasa menjadi bagian dari masyarakat
Dapat dirasakan melalui pengalaman desain seseorang dan pada daya lingkup visual. Hal ini didapat melalui ruang publik kota yang diciptakan melalui jejeran bangunan yang membentuk dinding-dinding bangunan sehingga memfokuskan masyarakat untuk melihat kejadian-kejadian dalam ruang tersebut. Contohnya: Piazza San Marco di Venesia, Il Campo di Sienna, Plaza Mayor di Samalanka, Piazza Ducale di Vigevano, dan Grande Place di Brussels.
-
Menambah rasa keingintahuan dan eksplorasi
Kekayaan detail fasade dan tekstur yang bermacam – macam serta warna bahan bangunan memberikan rangsangan sensual dan memberi gambaran menarik bagi mata untuk mengeksplorasi permukaan gedung. Muka gedung yang diperagakan membuat pola pergantian cahaya dan bayangan tiap jamnya, menambah kesadaran akan waktu. Keragaman bentuk gedung bersejarah merangsang keingintahuan nilai kota di masa lalu, pergantian nilai – nilai dan gaya hidup.
-
Bingkai arti dan pengalaman yang tidak terlupakan
Sejarah Struktur bangunan memberikan pengalaman yang berarti dan memori yang tak terlupakan. Memori kita terikat untuk mengenali / mengidentifikasi lokasi di mana pengalaman yang berarti terjadi.
-
Mengarahkan manusia dan memfasilitasi beragam aktivitas
Penggunaan background arsitektur, perubahan level, tekstur lantai dan focal point dapat digunakan sebagai orientasi atau penunjuk arah dan dapat memfasilitasi berbagai macam aktifitas. Perlu adanya perbedaan antara satu ruang dan ruang yang lain yang saling berbeda fungsi. Menyediakan suatu titik yang jelas dan bisa diingat sebagai tempat bertemu dan berkumpul.
-
Memungkinkan beragam individu merasa di rumah sendiri
Kemampuan untuk membuat beragam individu menggunakan ruang secara nyaman, atau merasa memiliki untuk sementara waktu. Ruang kota yang baik menyediakan tipe tempat duduk yang sangat beragam. Taman dapat disusun untuk mengalihkan lalu lintas pejalan kaki, dan untuk menciptakan daerah sepi, cocok bagi individu dan kelompok untuk duduk-duduk atau bagi anak-anak untuk bermain.
-
Memperkuat hubungan untuk komunikasi interpersonal langsung (kontak mata, suara dan pengenalan wajah
Ruang publik yang paling berhasil, dalam konteks desain adalah ruang publik yang berhasil membuat interaksi sosial antar individu secara langsung bahkan dengan orang asing sekalipun.
KESIMPULAN
Perlu adanya pendekatan ekologis dalam desain kota yang menghargai fungsi historis, hubungan sismetik dan proses sosial serta kebutuhan dari penghuni kota.
* tulisan ini merupakan resume tranlet dari artikel yang sebenarnya. untuk tugas kecil APA4 tahun 2006.udah lama ya?
Sumber Inspirasi Tesis
Mei 9, 2008http://pepak.sabda.org/sumber/data/?id=0901000049
Dapatkah Anak Anda Menafsirkan Pesan-Pesan yang Terselubung? |
Tanggal terbit: 22-11-2007 Topik: Tipe Bahan: Tulisan ini pernah dimuat di: |
|
Cara kita duduk, memandang, merasakan sesuatu, apa yang kita katakan, dan apa yang tidak kita katakan, segala sesuatu yang kita lakukan, itu semua mengomunikasikan suatu pesan. Penelitian mengungkapkan bahwa hanya 7% dari komunikasi seseorang dilakukan secara lisan. Dari yang sisanya, 38% merupakan nada suara dan 50% adalah yang nonverbal, seperti bahasa tubuh. Itu sebabnya, penting sekali bagi anak-anak untuk belajar menafsirkan pesan-pesan terselubung yang diarahkan kepada mereka. Anak-anak yang lebih kecil memunyai kemampuan alamiah untuk dapat menangkap perasaan orang tuanya, tetapi mereka cenderung mengartikan secara harfiah apa yang dikatakan kepadanya. Mereka juga menjadi bingung jika bahasa gerakan tubuh dan nada suara seseorang itu menyampaikan pesan yang berbeda daripada apa yang dikatakan kepadanya secara lisan. Pada suatu hari, anak Pak Waylon O. Ward yang bernama Tim dan baru duduk di kelas 1 SD, pulang sekolah dengan menangis. Teman sekelasnya, Tommy, adalah seorang anak yang suka mengganggu anak yang lebih kecil dan tak berdaya; anak ini suka menjegal dan menendang Tim. Sambil menyeka air mata Tim, istri Pak Waylon menjelaskan kepada Tim bahwa mungkin Tommy itu kesepian, tak memunyai kawan, dan ia berbuat demikian itu hanya untuk menarik perhatian. Ibunya itu mengusulkan kepada Tim agar ia mengundang Tommy ke rumahnya sesudah sekolah usai kalau kelak ia melakukan hal semacam itu lagi. Beberapa hari kemudian ketika Tommy menendangnya lagi, Tim menafsirkan peristiwa itu dengan cara yang berbeda dan oleh karenanya, tanggapannya pun berbeda. Ia berkata, “Tommy, marilah kita berkawan. Maukah kamu datang ke rumah saya setelah sekolah usai?” Peristiwa itu merupakan permulaan dari banyak pengalaman yang menyenangkan bersama dengan Tommy. Kebanyakan, para ahli sependapat bahwa sebelum umur kira-kira sepuluh tahun, anak-anak tidak mampu untuk berpikir secara abstrak. Sebagai contoh, jika terjadi kecelakaan, mereka sering perlu ditolong supaya mengerti bahwa mereka bukan seorang yang “jahat” hanya karena mereka menumpahkan susu atau memecahkan piring. Kemarahan yang mungkin kita perlihatkan sebagai suatu reaksi spontan terhadap kejadian semacam itu, terutama melalui pandangan atau isyarat-isyarat yang nonverbal, dapat merupakan sikap yang menghancurkan seorang anak. Kemarahan semacam itu merupakan salah satu dari pesan-pesan terselubung yang lazim. Kita sering menyangkalinya dengan kata-kata kita, tetapi menegaskannya dengan emosi kita dan tindakan-tindakan kita yang nonverbal. Satu kali, anak itu dapat merasakan bahwa orang tuanya marah, kata-kata tidak akan dapat menghapus perasaan takut dan perasaan tidak dikasihi yang dialaminya. Cara lain yang jauh lebih baik ialah dengan mengakui bahwa Anda marah, tetapi yakinkanlah bahwa ia masih tetap sangat dikasihi. Dengan mengakui perasaan Anda yang sebenarnya, berarti Anda memberi penjelasan kepadanya tentang apa yang “ditangkap” anak itu secara nonverbal dan membebaskan dia dari sebagian besar ketakutannya. Sering kali, orang tua menggunakan pesan-pesan terselubung dengan memanipulasi anak-anak. Kita langsung menunjukkan perasaan “disakiti” apabila seorang anak melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Baru setelah lama sekali, anak itu mungkin menyadari bahwa sikap inilah yang merupakan sumber perasaan bersalah dan kemarahan yang terpendam. Kalau kita menyadari bahwa kita sedang memanipulasinya dengan cara demikian, kita perlu mengakuinya secara terang-terangan dan meminta maaf. Pada saat anak-anak memasuki usia praremaja, bertambah juga kemampuan mereka untuk berpikir secara masuk akal dan abstrak. Mereka sudah dapat menafsirkan pesan-pesan yang terselubung dengan lebih baik. Sebenarnya, kemampuan mereka yang makin meningkat untuk dapat membaca perasaan dan sikap orang tua itu akan memojokkan kita jika kita berlaku tidak konsisten. Misalnya, kita sering menyalahi idealisme kaum muda ketika kita menegaskan pentingnya pergi ke gereja di satu pihak, tetapi di pihak lain kita mengecam khotbah pendeta. Apakah mengenai soal pakaian, musik, atau apa saja, Anda dapat membangun suatu hubungan yang sehat apabila waktu ada perbedaan pendapat antara Anda dan remaja Anda, Anda menjernihkan ketegangan ini dengan mengungkapkan secara jujur, “Nak, saya menyadari bahwa ini hanyalah pandangan saya. Apakah kamu tidak akan menyetujuinya?” Berikut merupakan beberapa teknik komunikasi yang perlu diingat mengenai pesan-pesan yang terselubung.
Suatu cara berkomunikasi yang jelas dan lengkap dapat merupakan ciri yang istimewa dari cara hidup keluarga Anda, jika Anda cukup menaruh perhatian untuk menolong setiap anggota keluarga Anda agar dapat mendengarkan seluruh pesan yang disampaikan secara lengkap. Sumber: |
Berikut ini beberapa tulisan yang bertopik sama:
|
Apakah Anak Anda akan Menggemari Kesenian? |
Tanggal terbit: 14-3-2007 Topik: Tipe Bahan: Tulisan ini pernah dimuat di: |
|
Apakah kesenian itu sekadar kegiatan waktu senggang bagi orang kaya? Karena kebudayaan kita cenderung kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin kita akan mengambil kesimpulan demikian. Tetapi sejarah dengan jelas menyatakan tidaklah demikian keadaannya. Kebanyakan dari apa yang kita hargai tentang bangsa lain kita peroleh dengan mempelajari musik, lukisan, kerajinan tangan, arsitektur, dan literatur mereka. Seni dan budaya merupakan jendela ke dalam jiwa manusia dan juga merupakan tanda bahwa kita diciptakan di dalam gambar dan rupa Allah yang kreatif. Dengan alasan-alasan itu saja anak-anak kita perlu mengembangkan sikap menghargai kesenian agar dapat menjadi manusia yang serasi dan utuh. Walaupun penting bagi anak Anda untuk bersikap terbuka terhadap gaya dan media lain di luar segala hal yang menarik bagi Anda pribadi, Anda tidak perlu menjadi seorang ahli untuk dapat menolong anak Anda mempelajari dan menyukai kesenian. Resep yang paling manjur ialah dengan teratur membuka mata anak Anda pada kesenian dan membiarkan ia mempunyai pengalaman langsung dengan kesenian. Dan dalam proses ini keluarga Anda akan mengalami banyak kesukaan dan kegembiraan tambahan. Untuk maksud tersebut pertimbangkanlah gagasan-gagasan yang berikut ini.
Untuk memperoleh pengalaman dalam hal seni, cobalah hal yang berikut ini.
Pesan ini sama-sama gamblangnya: dalam keluarga ini kami ingin menjadi manusia seutuhnya yang menikmati dan menghargai segala kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada kami masing-masing, termasuk karunia-karunia seni. Di rumah kami, apresiasi seni itu sama sekali bukan pemborosan waktu. Sumber:
|
Pembinaan Guru
Mei 3, 2008Profesi guru seperti profesi lainnya, membutuhkan sebuah proses aktualisasi terhadap metode serta pengetahuan baru. Caranya bisa macam-macam, dari berbicara mengenai profesionalitas dengan rekan sejawat, membaca buku kemudian mempresentasikan nya didepan teman-teman guru, sampai hadir didalam sebuah pelatihan serta seminar yang diadakan di hotel mewah. Seminar atau pelatihan tersebut biasanya diadakan saat hari aktif dan guru harus meninggalkan kelas dan siswa yang diajarnya. Waktu penyelenggaraan acara tersebut terkadang juga diadakan di hari libur, ini menyebabkan berkurangnya waktu berkualitas guru bersama keluarganya.
Dari illustrasi diatas bisa dilihat bahwa upaya untuk menambah pengetahuan, menambah metode baru dalam dunia profesi guru membutuhkan pengorbanan serta waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dengan demikian pengorbanan tersebut harus mempunyai akibat yang signifikan dengan cara mengajar guru di kelas. Kualitas seorang guru yang sudah mengikuti sebuah pelatihan atau seminar bisa dilihat dari cara mengajarnya dikelas.
Untuk membuat sebuah seminar atau pelatihan menjadi ‘api perubahan’ bagi cara guru membelajarkan siswa di kelas dibutuhkan sebuah paradigma perubahan dari pelatihan dan pembinaan guru. Uraian dibawah ini mungkin bisa berguna dalam mendorong perubahan tersebut. Artikel ini akan menyoroti kebijakan lembaga pendidikan sebelum dan sesudah mengirim gurunya ke pelatihan serta sikap guru sebagai agen perubahan setelah mengikuti pelatihan.
Apabila anda seorang guru di utus untuk mengikuti sebuah pelatihan guru.
1. Berjanjilah untuk menjadi orang yang amanah dan berjanji untuk menyebarkan virus perubahan saat anda dipilih oleh lembaga anda untuk hadir dalam sebuah seminar atau pelatihan.
2. Apabila anda berkesempatan mendapatkan dokumen presentasi dari penyaji letakkan lah di dalam folder yang bisa diakses oleh rekan anda lewat jaringan network, atau cukup difoto kopi dan di tempel di ruang guru atau ditempat yang gampang dilihat.
3. Carilah bahan pengetahuan dari media massa atau internet mengenai topik pelatihan yang akan anda hadiri. Hal ini menolong anda untuk tetap fokus dan bersemangat saat pelatihaan atau seminar berlangsung.
4. Tanyakan hal-hal ini selama pelatihan (diambil dari blog Ibu Sitti Maesuri Patahuddin),
- seberapa jauh kurikulum minta saya menyampaikan ini? Tidak hanya sampai disitu. Tapi kritislah, mengapa seperti itu? Hal apa saja yang harus diketahui oleh siswa kaitan dengan materi tersebut?.
- mengapa saya perlu ajarkan ini?
- apa pentingnya dalam kehidupan anak di masa depan?
- Gimana cara saya ngajarkannya agar mudah? Pertanyaan ini punya konsekwensi banyak, misalnya mengetahui apa yang telah dipahami oleh anak, apa kesenangan mereka (yang pasti berbeda), apa kesulitan mereka.
- Gimana cara saya menilainya? mengetahui apa yang dia sudah pahami atau tidak pahami? Apakah dengan cara meminta mereka diskusi (dan saya coba dengar baik-baik), apakah dengan mendorong mereka bertanya? apakah meminta mereka mengerjakan tugas presentasi, atau tes (yang bukan hanya jawaban benar atau salah)
- Tujuan moral apa yang harus kita bangun dalam pembelajaran kita?
5. Bila atasan anda meminta anda untuk menjadi fasilitator atau presenter dari pelatihan yang telah anda hadiri. Gunakan kriteria fasilitator yang baik dibawah ini.
- Teroganisir
- Komunikator yang Baik
- Fleksibel
- Pendengar aktif
- Objektif
- Inspirasional
- Antusiastik
- Spesialisasi mata pelajaran
- Supportif
- Responsif
- Empatetik
- Ketrampilan mengamati
Apabila anda seorang penentu kebijakan disekolah (kepala sekolah atau pemilik dan pengurus yayasan)
1. Anggarkan biaya pelatihan guru, sesuai dengan kemampuan. Ingat sebuah pembinaan guru yang efektif bukan dari ukuran mahalnya biaya pelatihan, namun apakah ada perubahan dari peserta sebelum atau sesudah pelatihan.
2. Mulailah untuk mengirim guru anda hanya untuk menghadiri sebuah seminar atau pelatihan yang berkualitas. Tanyakan pada diri anda apakah penting hal ini diketahui oleh guru dan bagi peningkatan cara mengajarnya dikelas.
3. Bila sekolah anda menerima sebuah undangan untuk menghadiri acara tersebut, lakukan penelitian singkat mengenai siapa pembicara dari tulisannya di media massa atau internet. Pembicara yang baik akan menampilkan bahasan-bahasan yang baru dalam setiap acara yang berbeda.
4. Ada juga sebuah acara yang didukung oleh sponsor besar dibaliknya biasanya setengah dari acara akan didominasi oleh promosi produk. Pertimbangkan apakah promosi produk tersebut cukup berharga untuk dihadiri oleh guru anda.
5. Biasakan untuk meminta guru anda membuat sebuah presentasi atau laporan yang akan ditampilkan didepan rekan guru sejawat sepulangnya dari pelatihan atau seminar. Hal ini akan banyak berguna sekali karena selama acara tersebut dipastikan guru akan aktif, mau bertanya dan memasang telinga lebar-lebar dikarenakan ada kewajiban yang menunggu sepulang nya dari acara. (Baca tulisan Murni Ramli mengenai pengalaman mengikuti seminar di Jepang)
6. Adakan forum khusus atau hadirkan guru yang baru saja hadir di pelatihan dalam rapat tingkat manajemen. Minta guru tersebut untuk berbicara menerangkan apa yang didapat dari pelatihan. Saat yang sama anda sedang melatih guru anda untuk berpresentasi dan berbicara didepan publik.
7. Berikut ini adalah lembaga pelatihan guru yang bisa membantu anda meningkatkan kompetensi guru, apabila rekan pembaca mempunyai sumber yang lain silahkan ditambahkan lewat kolom komentar.
- Sampoerna foundation teacher institute
- Tanoto Foundation
- LEMBAGA MANAJEMEN PENDIDIKAN INDONESIA (LMPI)
- Foundation for Excellence in Education (FEE) Yayasan Pendidikan Luhur
- Provisi education
http://klinikpembelajaran.com/kp2007/2008/01/16/merubah-paradigma-pembinaan-guru/
Penelitian Tindakan Kelas: Pembelajaran Kontekstual
April 18, 2008ABSTRAK
Rubiarto, Totok, 2007, Implementasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Untuk Meningkatkan Pemahaman Table Manner Pada Siswa Kelas IX A Di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep, Penelitian Tindakan Kelas, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Dinas Pendidikan, SMP Negeri 1 Giligenting Sumenep
Kata Kunci : Kontekstual, pemahaman, siswa, pembelajaran, table manner
Table Manner atau etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan Untuk memberi bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang table manner, peneliti melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang berbasis kontekstual.
Pada penelitian tindakan kelas ini rumusan masalahnya adalah sebagai berikut Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep ?
Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di kelas IX A SMP Negeri 1 Giligenting. semester 1 tahun pelajaran 2007/2008 pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2007. Jumlah siswa 38 terdiri atas 23 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.. Pelaksaan tindakan dalam penelitian ini melalui proses pembelajaran yang terbagi empat siklus penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan Dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etiket pergaulan adalah ketentuan sopan santun yang dipakai oleh manusia untuk saling bergaul. Etiket ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tata susila dan adat istiadat. Ketentuan sopan santun ini meliputi berbagai segi dan bidang kehidupan kita se-hari-hari dan kadang kadang suatu hal yang diangggap sopan disuatu daerah ternyata sanga tidak sopan didaerah lain, tidak terkecuali etiket makan (Table Manner)
Istilah Table Manner atau etiket makan, selama ini identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan. Etiket makan adalah alat bantu komunikasi, paham etiket di meja makan mempermudah kita dalam pergaulan. Dalam acara jamuan makan, tata cara makan atau Table Manner merupakan hal utama yang penting diperhatikan. Tata cara makan menunjukkan siapakah diri kita sebenarnya.
Hal-hal paling utama yang harus diperhatikan dalam hal tata krama Table Manner adalah: (1) Datanglah tepat waktu, (2) Catat aturan busana (biasanya tertulis dibawah kiri undangan), (3) Jenis dan sifat Kegiatan yang akan dihadiri:acara resmi, tidak resmi atau acara santai, (4) Waktu Penyelenggaraan (Nurul,2001).
Untuk memberi bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang hal itu, peneliti melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang berbasis kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan implementasinya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran kontekstual berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam konteks pembelajaran ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidup mereka nanti. Dengan begitu mereka akan memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak dikemudian hari. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi diri mereka dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai fasilitator dan motifator.
Pembelajaran tersebut diatas berangkat dari pemahaman siswa kelas IX A yang kurang terhadap Table Manner. Untuk itu peneliti melakukan penelitian tindakan kelas, yang biasa disebut classroom action research dengan judul “ Implementasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Untuk Meningkatkan Pemahaman Table Manner Pada Siswa Kelas IX A Di SMP Negei 1 Giligenting Kabupaten Sumenep” hal ini penulis anggap penting untuk diangkat dan diteliti demi untuk mencari solusi yang terbaik dalam peningkatan prestasi siswa khususnya tentang table manner.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari fakta dan pemikiran diatas maka peneliti membuat rumusan masalah yang dapat digunakan sebagai acuan dan arahan dalam melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) ini, rumusan masalahnya adalah : Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui sejauhmana implementasi pembelajaran kontekstual dapat meningkatan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ada diatas maka Pembelajaran Tata Boga dengan pokok bahasan table manner apabila dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran kontekstual diduga akan meningkatkan pemahaman Table Manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa : Dapat meningkatkan pemahaman table manner, berani mengemukakan pendapat, menjawab, kritis, serta dapat menumbuhkan kemauan belajar yang tinggi
2. Bagi guru : Dapat menumbuhkan profesionalisme mengajar, serta dapat meningkatkan kemampuan menuyusun strategi dan metode pembelajaran
3. Bagi Guru Lain : Dapat memberi dorongan bagi gurui lain untuk melaksanakan penelitian sejenis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Table Manner
Istilah table manner alias etiket makan, selama ini identik dengan acara jamuan makan resmi bergaya Barat. Sebenarnya tidak demikian. Etiket makan tidak hanya ada di negara-negara barat. Di negara lain seperti Jepang, Cina, termasuk di Indonesia pun, dikenal etiket makan.
Makan, adalah alat bantu komunikasi. Paham etiket di meja makan mempermudah kita dalam pergaulan. Dalam acara jamuan makan, tata cara makan atau Table Manner merupakan hal utama yang penting diperhatikan. Tata cara makan menunjukkan siapakah diri kita sebenarnya.
1. Jenis-jenis jamuan makan internasional
Dalam jamuan makan internasional dikenal enam jenis istilah makan.
Yakni coffee morning, brunch, lunch, teatime, cocktail, dan terakhir dinner
a. Cofee morning diadakan pada pagi hari, pukul 10.00-12.00.
b. Brunch alias breakfast lunch, diadakan antara waktu makan pagi hingga siang, biasanya di atas jam sembilan, makanan disajikan prasmanan.
c. Lunch diadakan mulai pukul 11.30-17.00.
d. Sedangkan cocktail merupakan jamuan berdiri, yang diadakan sebelum makan malam. Yakni, antara pukul 18.00-19.00.
d. Dinner. Yakni jamuan makan yang diadakan pada pukul 19.00.
2. Etiket Makan
a. Memberi konfirmasi / jawaban undangan
b. Datang tepat waktu
c. Tidak membawa teman / anak kecil untuk acara resmi
d. Berpakaian rapi, bersih dan sesuai dengan jenis acara
e. Duduk pada tempat yang telah disiapkan
f. Bukalah serbet makan dan letakkan diatas pangkuan
g. Makanlah setelah semua tamu sudah mendapat hidangan
h. Letakkan tangan sebatas pergelangan tangan diatas meja
i. Tangan yang tidak digunakan diletakkan diatas pangkuan
j. Duduk dengan tegak (tidak membungkuk)
k. Gunakan alat makan sesuai dengan fungsinya
l. Bila tidak mengerti tanyakan pada pelayan / teman
m. Gunakan alat makan yang letaknya bagian luar lebih dahulu
n. Bawalah makanan dari piring ke mulut Artinya, Anda tidak dibenarkan untuk membungkukkan badan. Kunyah makanan dengan tenang, tidak berbunyi atau mengecap.
o. Menelan makanan / minuman dengan tenang (jangan berbunyi)
p. Tidak berbicara bila masih ada makanan dalam mulut
q. Letakkan sendok, garpu dan pisau pada posisi jam empat untuk menyatakan selesai makan
r. Lipatlah serbet seadanya dan letakkan pada bagian kiri
s. Keluarlah dari sisi sebelah kanan kursi dan dahulukan orangtua / wanita pada saat meninggalkan tempat
t. Doronglah kursinya kembali, masukkan kebawah meja baru meninggalkan tempat
3. Tata Cara Makan
a. Roti dimakan dengan cara disobek, setelahnya baru dioles mentega.
Ambillah (suaplah) hidangan sedikit, karena anda akan bercakap selama jamuan makan
b. Katupkan mulut sewaktu makan
c. Telanlah makanan yang ada di mulut sebelum anda menjawab pertanyaan atau memberi komentar
d. Anda boleh meminta makanan yang jauh kepada kawan anda
e. Jangan memberikan pertanyaan kepada kawan yang baru saja menyuap, juga kepada yang sedang mengedarkan makanan
f. Jangan berkumur-kumur
g. Perhatikan letak siku pada saat makan
h. Tidak menggunakan jari untuk melepas makanan dari garpu
i. Jangan menumpuk piring
j. Tidak menggunakan tusuk gigi didepan tamu
4. Tata Cara Makan jamuan Prasmanan (Buffet)
a. Kendati buffet, hidangan tetap menuruti “hukum jamuan makan”, yakni berurutan dari pembangkit selera, sup, hidangan utama, hingga hidangan penutup.
b. Mengambil hidangan step by step, sambil menjauhi meja prasmanan, karena ini memang standing party
c. Menikmati hidangan sambil berdiri, atau duduk di meja sekalipun, disarankan jangan mengambil makanan berlebihan. Karena suasana informal, disarankan mendatangi meja prasmanan berulang kali ketimbang menumpuk makanan di piring
d. Jangan mencampur segala hidangan, semisal appetizer, dessert, dan hidangan utama ke dalam satu piring.
e. Batasi nafsu makan Anda. Jangan berpikiran ingin menyantap semuanya, meskipun makanan yang disajikan amat memancing selera. betapapun anda harus dapat menjaga image.
B. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan belajar sebagai berikut:
1. Proses Belajar
a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa mengkonstruksikan atau menyusun pengetahuan di benaknya sendiri.
b. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan (subject matter)
d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi suatu yang baru
f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
h. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
2. Transfer Belajar
a. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari ‘pemberian orang lain’
b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sedikit.
c. Penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan bagaimana’ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3. Siswa Sebagai Pembelajar
a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
b. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
c. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara ‘yang baru’ dan yang sudah diketahui.
d. Tugas guru memfasilitasi: agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
a. Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “ siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan”.
b. Pengajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
c. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
d. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
5. Lima Elemen Penting Dalam CTL
Ada lima elemen penting yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual. 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing (berbagi) dengan orang lain agar mendapat tanggapan/validasi dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan 4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut
C. Tingkatan Pemahaman Siswa
Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001) Tingkatan pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. “Intuitive understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the problem.” Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.
Selanjutnya Buxton (1978) dalam Wahyudi (2001) juga menanggapi pendapat Skemp tersebut dan mengembangkan dua tingkatan pemahaman dari Skemp menjadi empat tingkatan pemahaman. Tingkatan pertama disebut pemahaman meniru (rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa. Tingkatan pemahaman kedua disebut pemahaman observasi (observational understanding). Pada tingkatan ini siswa menjadi lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola (pattern) atau kecenderungan. Tingkatan pemahaman ketiga yang disebutnya sebagai tingkatan pemahaman pencerahan (insightful understanding). Tingkatan keempat adalah tingkatan pemahaman relasional, pada tingkatan pemahaman ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Perencanaan Tindakan
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang table manner di kelas IX A. Pada perencanaan tindakan ini, peneliti melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :.
a. Menentukan kelas subjek penelitian.
b. Mendiskusikan teknik/metode dan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan.
c. Mengidentifikasi faktor hambatan dan kesulitan yang ditemui guru dalam pembelajaran Tata Boga.
d. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran Tata Boga untuk meningkatkan pemahaman table manner
e. Menentukan fokus observasi dan aspek yang diamati.
f. Menetapkan jenis data dan cara mengumpulkannya.
g. Menetapkan cara pelaksanaan refleksi.
h. Menetapkan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan masalah.
2. Perencanaan Pelaksanaan
Pelaksaan tindakan dalam penelitian melalui proses pembelajaran yang terbagi 4 (empat) siklus penelitian
a. Siklus Pertama
Pelaksanaan pembelajaran mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dengan pokok bahasan : Jenis-Jenis Jamuan Makan Internasional (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Observasi dalam siklus ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung yang. Hasil pengamatan dari 2 pertemuan kemudian dianalisis dan dipelajari sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan pada siklus kedua.
b. Siklus kedua
Proses pembelajaran tetap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dengan pokok bahasan : Etiket Makan (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Dalam siklus kedua tetap dilakukan observasi dan hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan siklus ke tiga.
c. Siklus ketiga
Proses pembelajaran tetap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dan tetap mengacu pada hasil dari siklus II dengan pokok bahasan : Tata Cara Makan (dilaksanakan 2 kali tatap muka). Dalam siklus ketiga peneliti tetap melakuan observasi sendiri. Hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan siklus ke empat.
d. Siklus keempat
Dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus III selama 2 x pertemuan. Metode yang digunakan tetap difokuskan pada pembelajaran kontekstual dengan pokok bahasan : Tata Cara Makan jamuan Prasmanan (dilaksanakan 2 kali tatap muka).. Hasil pengamatan dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.
3. Pengamatan dan Refleksi
Peneliti yang juga sebagai observer menganalisis hasil pengamatan tindakan yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang dibahas adalah:
a. Analisis tentang tindakan.
b. Mengulas dan menjelaskan rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah dilaksanakan.
c. Melakukan intervensi, pemaknaan, dan penyimpulan data yang telah diperoleh.
B. Seting Dan Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IX A SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep semester 1 tahun pelajaran 2007/2008 pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2007. Jumlah siswa 38 terdiri atas 23 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Sedangkan karakteristik siswa di kelas tersebut memiliki karakteristik yang sama seperti kelas-kelas yang lain, artinya tingkat kemampuan prestasi belajar hampir sama dengan kemampuan prestasi kelas lainnya. Demikian pula keadaan sosial ekonominya.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data disesuaikan dengan data yang ingin diperoleh. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan subjek penelitian dalam pembelajaran, dilaksanakan tes formatif yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk skor. Kemudian ditindak lanjuti dengan wawancara untuk memperoleh informasi lengkap tentang skor yang diperoleh. Lebih rincinya peneliti menggunakan insrumen sebagai berikut :
1. Lembar Pengamatan
Instrumen ini dirancang oleh peneliti, untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran.
2. Pedoman Wawancara
Instrumen ini disusun sendiri oleh peneliti, dengan pertanyaan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan.
3. Tes Hasil Belajar
Instrumen ini disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada kurikulum dan buku paket Tata Boga.
D. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data; dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan.
Data yang berupa kata-kata/kalimat dari catatan lapangan dan hasil wawancara diolah menjadi kalimat-kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu pada model analisis dari Miles dan Huberman (1992) dalam Nurmawati dkk (2000) yang dilakukan dalam 3 komponen berurutan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.C;/SPAN>
Dalam penelitian ini reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian singkat, dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus (tindakan). Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan penggolongan data. Data yang terkumpul disajikan secara sistematis dan perlu diberi makna.
Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Triangulasi dalam penelitian ini meliputi: (1) triangulasi dengan sumber, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; (2) triangulasi dengan metode, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang informasi dari pengamatan, wawancara, dan tes akhir tindakan dengan metode yang digunakan dalam tindakan; dan (3) triangulasi dengan teori, dilakukan untuk membandingkan data hasil tindakan, pengamatan, dan wawancara dengan teori yang terkait.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Siklus I (Tindakan I)
- Perencanaan Tindakan I
Pada tahap ini peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan I tentang jenis-jenis jamuan internasional yang dilengkapi dengan alat tes formatif tindakan I. Sesuai rencana tindakan I akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.
2. Pelaksanaan Tindakan I
Pembelajaran tindakan I dilaksanakan dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual yang disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir siswa SMP N 1 Giligenting. Peneliti bertindak sebagai guru dan sebagai pengamat dibantu guru BK.
- Pertemuan ke-1 (Tindakan I-1)
Pada tindakan I-1 ini dijelaskan agar siswa membangun pengetahuan tentang jenis jamuan internasional, yang diawali dengan membangkitkan memori pengalaman belajar siswa yang ditemui di masyarakat. Dengan terbangunnya pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa, maka siswa akan lebih mudah mengikuti proses belajar mengajar.
Pada tahap selanjutnya, setelah siswa benar-benar paham dengan jenis jamuan yang ada dimasyarakat pada tahap berikutnya guru memberikan gambaran secara umum jenis-jenis jamuan internasional
- Pertemuan ke-2 (Tindakan I-2)
Pada tindakan ini, melalui media gambar jenis jenis jamuan internasional, siswa diarahkan pada kegiatan untuk mengamati dan memahami jenis-jenis jamuan internasional yaitu dimulai dari jenis jamuan, jam pelaksanaan jamuan dan pengertian jamuan.
Selanjutnya, siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan teman sebangku mengenai hasil pengamatan dari gambar-gambar yang diberikan guru dan akhirnya mengerjakan tes formatif tindakan I.
3. Hasil Tindakan I
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga sebagai observer diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
- Pengamatan terhadap aktivitas subjek penelitian (siswa)
Pada awal pembelajaran I-1, siswa terlihat bingung, karena belum terbiasa. model pembelajaran yang digunakan oleh guru sehingga pembelajaran agak terganggu. Selain itu, antusiasme dan motivasi dari siswa belum nampak, bahkan siswa masih sangat tergantung pada instruksi guru.
Selanjutnya, pada pembelajaran tindakan I-2 siswa mulai terlihat antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Siswa Eki, Herman, dan, Syakir lebih cepat memahami materi baik melalui penjelasan guru maupun pengamatan terhadap gambar, dibanding siswa Rohaniyah, dan Romlah yang banyak memerlukan bimbingan dari peneliti.Lebih rinci hasil pengamatan pada siklus I ada pada tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa
No |
Indikator |
Hasil Observasi |
||
Baik |
Cukup |
Kurang |
||
1. |
Keseriusan |
Ö |
– |
– |
2. |
Inisiatif bertanya |
– |
Ö |
– |
3. |
Partisipasi dalam pembelajaran |
– |
Ö |
– |
4. |
Kemampuan memahami pemodelan |
– |
Ö |
– |
5. |
Kemampuan berdiskusi |
– |
– |
Ö |
b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)
Hasil tes pemahaman (formatif 1) yang dicapai oleh lima subjek penelitian mencapai tingkat keberhasilan optimal dengan nilai tes formatif 90 – 100, siswa Sindi yang sedikit terlihat lambat ternyata dapat mencapai tingkat keberhasilan maksimal (100%). Selanjutnya diadakan wawancara untuk memantapkan hasil yang dicapai siswa, yang hasilnya semua jawaban yang diberikan, konsisten dengan hasil yang dicapai. Hasil tes formatif selengkapnya ada pada tabel 4.2
4. Refleksi
Pembelajaran pada tindakan I yang difokuskan pada pemahaman siswa tentang jenis-jenis jamuan internasional dimana pembelajarannya mengimplementasikan pembelajaran kontekstual belum dapat terlaksana secara optimal, karena siswa masih sangat tergantung pada instruksi guru (peneliti). Namun demikian, hasil tes formatif I ternyata mencapai standar yang ditetapkan. secara klasikal target telah terpenuhi karena hanya satu siswa yang mendapatkan nilai dibawah ketuntasan belajar atau 2,6%. Selanjutnya dengan hasil wawancara diperoleh jawaban yang konsisten. Untuk subjek penelitian yang masih melakukan kesalahan diberikan bimbingan langsung saat wawancara, dan hasilnya efektif dapat membetulkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa.
Berdasarkan hasil tersebut ditetapkan bahwa tujuan pembelajaran tindakan I telah tercapai. Oleh karena itu tidak diperlukan mengulang tindakan, artinya dapat dilanjutkan ke tindakan II.
B. Deskripsi Data Siklus II (Tindakan II)
- Perencanaan Tindakan II
Pada tahap ini peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan II yang dilengkapi dengan skenario pembelajaran (terlampir)pokok bahasan etiket makan, peneliti juga membuat alat tes formatif tindakan II. Sesuai rencana tindakan II akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.
- Pelaksanaan Tindakan II
Pembelajaran tindakan II merupakan kelanjutan dari tindakan I, dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan peneliti sebagai guru dan sebagai observer.
a. Pertemuan ke-1 (tindakan II-1)
Pada tindakan II difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan pemahamannya tentang etiket makan. Selanjutnya, guru membagi siswa dalam 7 (tujuh) kelompok. Setiap kelompok menata meja sedemikian rupa sehingga terbentuklah meja makan untuk setiap kelompok yang dilengkapi dengan alat-alat makan.
Tahap pembelajaran selanjutnya guru memberikan contoh (pemodelan) etiket makan, siswa memperhatikan sambil menirukan apa yang diperagakan guru. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pemodelan merupakan salah satu komponen utama pendekatan kontekstual
b. Pertemuan ke-2 (tindakan II-2)
Pada tindakan II-2 tetap difokuskan agar siswa dapat memahami etiket makan: yang selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam bergaul. Tindakan II-2 siswa tetap membentuk kelompok seperti pertemuan sebelumnya (tindakan II-2) untuk berdiskusi dan membuat kesimpulan, yang diteruskan membacakan hasil kesimpulannya.
Selanjutnya guru menggaris bawahi kesimpulan yang dibacakan oleh setiap kelompok. Sebelum berakhirnya pembelajaran diadakan tes formatif II untuk mengetahui sejauhmana proses pembelajaran dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa pada table manner ini dapat tercapai.
3. Hasil Tindakan II
a. Pengamatan terhadap aktivitas subjek penelitian (siswa)
Pada tindakan II-1 dan II-2, subjek penelitian sudah menampakan keseriusan
dan motivasi yang tinggi. Hal ini nampak dari keberanian siswa untuk bertanya dan
mengemukkan pendapatnya. Siswa Rohaniyah, dan Romlah sudah menunjukkan
kemampuan yang mendekati Siswa Eki, Herman, dan, Syakir. Hasil keseluruhan
pengamatan aktivitas siswa ada pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa
No |
Indikator |
Hasil Observasi |
||
Baik |
Cukup |
Kurang |
||
1. |
Keseriusan |
Ö |
– |
– |
2. |
Inisiatif bertanya |
Ö |
– |
– |
3. |
Partisipasi dalam pembelajaran |
– |
Ö |
– |
4. |
Kemampuan memahami pemodelan |
Ö |
– |
– |
5. |
Kemampuan berdiskusi |
– |
Ö |
– |
b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)
Hasil tes pemahaman (formatif 2) yang dicapai pada penelitian ini sudah mendekati optimal, yaitu untuk 16 siswa mendapatkan nilai formatif antara 90 sampai dengan 100 . Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa Siswa Rohaniyah, dan Romlah sudah dapat menyesuaikan diri pada dua tindakan walau belum mencapai nilai optimal. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan beberapa siswa untuk mengetahui konsistensi jawaban siswa, dari wawancara itu diperoleh jawaban yang konsisten. Selengkapnya nilai tes formatif 2 ada pada tabel 4.4 dan dilengkapi dengan histogram
- Refleksi Tindakan II
Implementasi pembelajaran yang yang berbasis kontekstual pada tindakan II ini sudah lebih baik dibanding tindakan I, tetapi belum optimal. pemodelan yang dilakukan oleh guru. pada pembelajaran tindakan II ini, sudah baik dan tujuan pembelajaran sudah tercapai, sehingga dapat dilanjutkan pada siklus III
C. Deskripsi Data Siklus III
1. Perencanaan Tindakan III
Peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan III tentang tata cara
makan, dilengkapi dengan skenario pembelajaran siklus III dan tes formatif tindakan III.
2. Pelaksanaan Tindakan III
a. Pertemuan ke-1 (Tindakan III-1)
Sebagai kelanjutan dari dua tindakan sebelumnya, tindakan III-1 ini difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan pemahamannya pada tata cara makan dengan menghubungkan pengalaman sehari-hari tentang tata cara makan siswa dirumah. siswa masih berada dalam kelompoknya. Alat peraga difokuskan pada alat-alat menghidangkan makanan dan guru melakukan pemodelan.
b. Pertemuan ke-2 (Tindakan III-2)
Pada tindakan III-2 ini siswa melukan diskusi kelompok kemudian setiap kelompok membacakan kesimpulannya dan guru memantapkan kesimpulan kelompok. Selanjutnya diadakan tes formatif III
3. Hasil Tindakan III
a. Pengamatan terhadap subjek penelitian (siswa)
Pada tidakan III-1 dan III-2 ini, seluruh subjek penelitian terlihat sudah terbiasa dengan situasi pembelajaran yang diterapkan peneliti; sehingga siswa hafal urutan yang harus dilakukan. Suasana pembelajaran semakin menarik Selengkapnya hasil pengamatan aktivitas siswa yang dilakukan peneliti sebagai observer tampak pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa
No |
Indikator |
Hasil Observasi |
||
Baik |
Cukup |
Kurang |
||
1. |
Keseriusan |
Ö |
– |
– |
2. |
Inisiatif bertanya |
Ö |
– |
– |
3. |
Partisipasi dalam pembelajaran |
Ö |
– |
– |
4. |
Kemampuan memahami pemodelan |
Ö |
– |
– |
5. |
Kemampuan berdiskusi |
– |
Ö |
– |
b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)
Hasil tes pemahaman (formatif 3) yang dicapai sangat memuaskan nilai maksimal atau 100 diraih 4 siswa (Sindi, Syakir, Herman dan Istihara) dan yang mendapatkan nilai antara 90 sampai dengan 95 meningkat menjadi 18 siswa. Selanjutnya hasil wawancara juga menunjukkan jawaban yang konsisten. Nilai formatif selengkapnya ada pada tabel 4.6
4. Refleksi Tindakan III
Implementasi pembelajaran berbasis kontekstual ternyata menunjukkan peningkatan dari tiap-tiap siklus. Pada tindakan III siswa nampak sudah paham dengan yang harus dikerjakan. Bahkan hasil tes formatif menunjukkan tidak ada satupun siswa yang nilainya dibawah 65. Maka dengan demikian dapat dilanjutkan pada siklus IV
D. Deskripsi Data Siklus IV
1. Perencanaan Tindakan IV
Peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan IV tentang tatacara makan jamuan prasmanan (Buffet) dilengkapi dengan skenario pembelajaran siklus IV dan tes formatif untuk mengetahui pemahaman siswa pada tindakan IV.
<SPAN style=”mso-list: Ignore”>2. Pelaksanaan Tindakan III
a. Pertemuan ke-1 (Tindakan IV-1)
Sebagai kelanjutan dari tiga tindakan sebelumnya, tindakan IV-1 ini dititikberatkan pada penguasaan dan peningkatan pemahaman siswa pada tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet). Dengan mengingatkan kembali tata cara jamuan makan pada pengalaman sehari-hari siswa dimasyarakat.. Selanjutnya kelas dibentuk seperti tempat pesta dan semua siswa bekerja bergotong royong sesuai dengan arahan guru, dimulai dari menata meja, menata peralatan penghidang, dan menghias seperlunya.
Setelah semua tertata rapi, satu persatu siswa memperagakan tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet) bergiliran setelah peneliti memperagakan lebih dulu. Untuk menambah suasana tata cara jamuan parasmanan didalam kelas seperti suasana jamuan prasmanan betulan (asli) peneliti memutar musik pop.
b. Pertemuan ke-2 (Tindakan IV-2)
Pada tindakan IV-2 ini siswa melukan diskusi dengan teman sebangku kemudian membuat catatan kecil atau rangkuman tentang hal-hal yang berkaitan dengan tata cara makan jamuan prasmanan (Buffet). Selanjutnya diadakan tes formatif 4
3. Hasil Tindakan IV
a. Pengamatan terhadap subjek penelitian (siswa)
Pada tidakan IV-1 dan IV-2 ini, seluruh subjek penelitian terlihat sudah terbiasa dengan situasi pembelajaran yang diterapkan peneliti. Suasana kelas semakin hidup dan pembelajaran semakin menarik dalam melaksanakan kegiatan tindakan IV-1 siswa terlihat sangat menikmati tahap demi tahap pembelajaran. Selengkapnya hasil pengamatan aktivitas siswa tampak pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa
No |
Indikator |
Hasil Observasi |
||
Baik |
Cukup |
Kurang |
||
1. |
Keseriusan |
Ö |
– |
– |
2. |
Inisiatif bertanya |
Ö |
– |
– |
3. |
Partisipasi dalam pembelajaran |
Ö |
– |
– |
4. |
Kemampuan memahami pemodelan |
Ö |
– |
– |
5. |
Kemampuan berdiskusi |
Ö |
– |
– |
b. Hasil tes pemahaman subjek penelitian (siswa)
Hasil tes pemahaman (formatif 4) yang dicapai sangat memuaskan nilai maksimal atau 100 diraih 8 siswa dan yang mendapatkan nilai antara 90 sampai dengan 95 meningkat menjadi 20 siswa. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada sebagian siswa ternyata menunjukkan jawaban yang konsisten. Nilai formatif selengkapnya ada pada tabel 4.8
E. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembahasan Hasil Tindakan I
Berdasarkan data tabel aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan keseriusan siswa baik, hanya saja kemampuan siswa berdiskusi masih kurang selebihnya tiga indikator keberhasilan yang lain yaitu inisiatif bertanya, partisipasi dalam pembelajaran, dan kemampuan memahami pemodelan dari hasil pengamatan peneliti sebagai observer rata-rata cukup. Sementara dari hasil tes formatif 1, yang tergambarkan dalam distribusi frekuensi dengan menggunakan SPSS 13.0 menunjukkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai 60 = 1 siswa (2,6%), 65 = 5 siswa (13,2%), 70 = 5 siswa (13,2%), 75 = 11 siswa (28,9%), 80 = 9 siswa (23,7%), 85 = 2 siswa (5,3%), 90 = 2 siswa (5,3%), 95 = 1 siswa, dan yang mendapatkan nilai sempurna = 2 siswa (5,3%). Maka dengan mengacu dari data yang ada siswa yang mendapatkan nilai kurang hanya 1 siswa (2,6%) Sementara itu dari wawancara yang dilakukan setelah pelaksanaan formatif ternyata sangat efektif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa.. Bila dilihat secara keseluruhan pelaksanaan tindakan I nilai rata-rata kelas 76,97 dan 97,4 % tidak ada nilai kurang maka dapat dikatakan secara klasikal sangat baik .
2. Pembahasan Hasil Tindakan II
Dari data tabel 4.3 yang ada diatas, hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan hasil tindakan I, dimana inisiatif bertanya sudah menunjukkan peningkatan dari yang sebelumnya cukup menjadi baik dan kemampuan siswa memahami pemodelan juga sudah baik, hanya saja kemampuan siswa berdiskusi masih sebatas cukup walau terdapat peningkatan dibandingkan sebelumnya yang terlihat kurang. dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih tetap cukup. Sementara dari hasil tes formatif 2, untuk mengetahui pemahaman siswa tentang etiket makan yang tampak pada distribusi frekuensi dengan menggunakan SPSS 13.0 menunjukkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai 60 = 2 siswa (5,3%), 65 = 3 siswa (7,9%), 70 = 6 siswa (15,8%), 75 = 2 siswa (5,3%), 80 = 5 siswa (13,2%), 85 = 4 siswa (10,5%), 90 = 7 siswa (18,4%), 95 = 8 siswa (21,1%), dan yang mendapatkan nilai 100 atau sempurna = 1 siswa (2,6%). Dengan mengacu dari data yang ada walau siswa yang mendapatkan nilai kurang terdapat 2 siswa (5,3%) dan 1 siswa saja yang mendapatkan nilai 100 bukan berarti terjadi penurunan hasil belajar karena secara klasikal nilai rata-rata mengalami peningkatan secara signifikan dari 76,97 pada tindakan I menjadi 81,97 pada tindakan II maka terjadi peningkatan sebesar 3,00. oleh karena pelaksanaan tindakan II 94,7 % tidak ada nilai kurang maka dapat dikatakan secara klasikal pembelajaran tata boga denagan pokok bahasan table manner pada kelas IX tuntas.
3. Pembahasan Hasil Tindakan III
Berdasarkan data tabel aktivitas siswa pada tindakan III menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tindakan I dan tindakan II peningkatan ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan peneliti sebagai observer dari lima indikator semua menunjukkan baik kecuali kemampuan berdiskusi yang masih tetap pada posisi cukup. Sementara itu dari hasil tes formatif 3, yang termuat dalam distribusi frekuensi juga menunjukkan peningkatan yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan jumlah siswa yang mendapatkan nilai kurang atau 60 sudah tidak ada (0%), yang mendapatkan nilai 65 juga tidak ada (0%) kemudian yang mendapat nilai 70 = 3 siswa (7,9%), 75 = 4 siswa (10,5%), 80 = 5 siswa (13,2%), 85 = 4 siswa (10,5%), 90 = 10 siswa (26,3%), 95 = 8 siswa (21,1%), dan yang mendapatkan nilai sempurna atau 100 = 4 siswa (10,5%). Bila dibandingkan dengan rata-rata kelas hasil tes formatif 1 maka rata-rata kelas hasil tes formatif 3 terjadi peningkatan sebesar 87,11 – 76,97 = 10,14 dan bila dibandingkan dengan rata-rata kelas hasil tes formatif II maka terjadi peningkatan sebesar 87,11 – 81,97 = 5,14 peningkatan ini diluar dugaan peneliti karena hasil tes formatif 1 dibandingkan dengan formatif 2 rata-rata peningkatannya hanya 3,00. Maka dapat dikatakan siswa mulai meraskan manfaat pembelajaran berbasis kontekstual.
4. Pembahasan Hasil Tindakan 4
Berdasarkan data tabel 4.7 tentang aktivitas siswa dengan 5 (lima) indikator keberhasilan menunjukkan peningkatan yang optimal seluruh indikator keberhasilan menunjukkan hasil baik, bila dibandingkan dengan tindakan I, II dan III maka tindakan IV boleh dikatakan sempurna dengan demikian seluruh siswa dapat mengikuti seluruh tahapan pembelajaran yang diterapkan peneliti. Keberhasilan ini merupakan keberhasilan seluruh individu yang terlibat dalam penelitian. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah dari hasil tes formatif 4 siswa yang mendapatkan nilai sempurna atau 100 menjadi 8 siswa (21,1%), 95 = 7 siswa (18,4%), 90 = 13 siswa (34,2%), 85 = 3 siswa (7,9%) 80 = 5 siswa (13,2%) dan yang mendapatkan nilai 75 = 2 siswa. Secara keseluruhan hasil tes formatif 4 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tindakan I mengalami kenaikan sebesar 90,53 – 76,97 = 13,56, dengan tindakan II 90,53 – 81,97 = 8,56, dengan tindakan III 90,53- 87,11 = 3,42. Berangkat dari hasil-hasil yang dicapai oleh siswa, maka dapat dikatakan implementasi pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemehaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah terpaparkan pada Bab IV diperoleh kesimpulan : Dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemahaman table manner pada siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Giligenting Kabupaten Sumenep. Hal ini ditunjukkan dengan hasil dari tindakan I sampai dengan tindakan IV ada peningkatan sebagai berikut:
1. Aktivitas siswa, observasi 1 = 1 baik, 3 cukup, 1 kurang, observasi 2 = 3 baik, 2 cukup. observasi 3 = 4 baik, 1 cukup. observasi 4 = 5 baik
2. Tes pemahaman, formatif 1 rata-rata kelas = 76,97, formatif 2 rata-rata kelas = 81,97, formatif 3 rata-rata kelas = 87,11, dan formatif 4 rata-rata kelas = 90,53
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
a. Suatu keberhasilan dalam bentukan prestasi belajar tidak bergantung pada orang lain tetapi lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri. untuk itu siswa harus terlibat secara penuh baik secara fisik maupun mental dalam proses belajar mengajar, hal ini akan mempermudah tercapainya tujuan belajar.
b. Keterlibatan secara aktif didalam proses pembelajaran perlu dilakukan siswa karena paradigma yang berkembang saat ini adalah kontrol belajar sepenuhnya ada pada diri siswa.
2. Bagi Guru
a. Penguasaan model pembelajaran yang inovatif memungkinkan berkembangnya potensi siswa..
b. Guru harus mampu menjadi motivator sekaligus menjadi fasilitator bagi siswanya. Hal ini akan merangsang identifikasi pada diri siswa yang sekaligus dapat menemukan jati diri siswa yang pada akhirnya dapat mempercepat pemehaman dalam belajar.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan kebebasan kepada staf pengajarnya untuk mengembangkan kemapuan yang dimilkinya.
b. Memberikan dorongan secara terus menerus kepada guru dan siswa guna tercapainya visi dan misi yang dikembengkan oleh sekolah.
Sederhana Itu Bijak
April 3, 2008“Simplex veri sigillum“, demikian bunyi pepatah dalam bahasa Latin. Sederhana itu bijak. Sederhana bukan berarti kurang. Sederhana berarti tidak berlebihan. Kekurangan dan berlebihan selalu mendatangkan masalah.
Hello world!
April 3, 2008Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!